HAK SUAMI ISTRI
Pemateri : Ustadz Fachry Permana
Pernikahan memiliki dampak dan
konsekwensi yang sangat besar. Dia merupakan ikatan antara suami istri yang
menuntut setiap mereka untuk memenuhi hak-hak pasangannya, baik hak fisik, hak
sosial dan hak harta.
Maka wajib bagi pasangan suami istri
untuk memperlakukan pasangannya dengan baik (ma'ruf) dan memenuhi haknya yang
merupakan kewajibannya dengan penuh keikhlasan dan kemudahan tidak dengan
perasaan berat dan ditunda-tunda. Allah ta'ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ
بِالْمَعْرُوفِ
"Dan pergaulilah mereka
(istri-istri) dengan cara yang ma'ruf." (An Nisa: 19).
وَلَهُنَّ
مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
"Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya." (Al Baqarah: 228).
Bagi seorang istri wajib baginya untuk
memenuhi segala hak suaminya yang merupakan kewajiban bagi dirinya. Jika setiap
pasangan suami istri melakukan segala kewajibannya masing-masing maka kehidupan
mereka akan bahagia dan rumah tangganya akan tetap harmonis dan jika yang
terjadi sebaliknya maka akan timbul berbagai macam pertikaian dan kehidupan
mereka menjadi tidak harmonis.
Banyak nash-nash yang menganjurkan kita
untuk berbuat baik terhadap istri dan memperhatikan keadaannya. Mengharapkan
kesempurnaan tanpa cacat dalam dirinya adalah sebuah kemustahilan, Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ
أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ
أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
"Perlakukanlah wanita dengan baik,
karena wanita terbuat dari tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok dari
tulang rusuk adalah sebelah atas, jika engkau luruskan maka akan membuatnya
patah dan jika kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok, maka berlaku baiklah
terhadap wanita." (HR.
Bukhari dan Muslim)
Dalam sebuah riwayat juga dikatakan :
إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ
لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى طَرِيقَةٍ فَإِنْ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ
بِهَا وَبِهَا عِوَجٌ وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا
طَلَاقُهَا
“Sesungguhnya wanita terbuat dari tulang
rusuk dan dia tidak akan lurus dengan sebuah cara apapun, jika kamu ingin
bersenang-senang dengannya, kamu dapat melakukannya tapi dalam dirinya tetap
saja ada yang bengkok (kekurangan) jika kamu memaksanya untuk meluruskannya
niscaya dia akan patah, dan yang dimaksud patah disini artinya
menthalaqnya." (HR. Muslim).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ
كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
"Janganlah seorang mu'min membenci
seorang mu'minah (istrinya), jika ada sesuatu yang tidak disukainya pada
dirinya bisa jadi masih banyak hal lainnya yang disukainya." (HR. Muslim).
Dalam hadits ini terdapat petunjuk dari
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya bagaimana mereka
seharusnya memperlakukan seorang wanita. Seyogyanya setiap kekurangan diterima
dengan lapang dada karena hal tersebut akan selalu, maka tidak mungkin seorang
suami dapat berbahagia dengan istrinya kecuali dia bersedia menerima apa yang ada
padanya.
Dalam hadits di atas terdapat pelajaran
bahwa seyogyanya seorang suami membandingkan kekurangan dan kelebihan yang ada
pada istrinya,jika ada yang tidak dia suka pada dirinya maka bandingkanlah
dengan sisi lainnya yang dia suka dan janganlah dia melihat istrinya selalu
dengan pandangan benci dan keengganan semata.
Banyak kalangan suami istri yang
menginginkan kesempurnaan dari pasangan mereka, ini adalah sesuatu yang tidak
mungkin, karena itu banyak di antara mereka yang cek-cok dan tidak mendapatkan
keharmonisan dan kesenangan dalam rumah tangga mereka dan kemungkinan akan
bermuara pada perceraian, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa
sallam: "Jika kamu paksakan meluruskannya maka akan membuatnya patah,
dan yang dimaksud patah adalah menceraikannya."
Maka hendaknya setiap suami memberikan
kelonggaran dan kemudahan terhadap apa yang dilakukan istri sepanjang tidak
merusak agama dan kemuliaannya.
Hak-Hak Istri Atas Suaminya
Termasuk hak istri atas suaminya adalah
menunaikan kewajiban nafkah, berupa; sandang, pangan dan papan berdasarkan
firman Allah ta'ala:
وَعلَى
الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ
"Dan kewajiban ayah memberikan
makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf." (Al Baqarah: 233).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
bersabda:
أَنْ تُحْسِنُوا إِلَيْهِنَّ فِي
كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ
"Dan kewajiban kalian atas mereka
(para istri) adalah memberi pakaian dan nafkah dengan ma'ruf." (HR. Turmuzi, dia menshahihkannya).
Dalam satu riwayat Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang hak istri, beliau bersabda:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ
وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوْ اكْتَسَبْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا
تُقَبِّحْ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
"Kamu memberinya makan apa yang
kamu makan, kamu memberinya pakaian apa yang kamu kenakan, jangan memukul wajah
dan jangan mencacinya dan jangan mengasingkannya kecuali di dalam rumah." (Hadits Hasan riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah).
Termasuk hak istri adalah berlaku adil
di antara mereka jika memiliki istri lebih dari satu, baik dalam sandang,
pangan dan papan dan segala sesuatu yang dituntut baginya untuk berlaku adil.
Jika hanya memperhatikan sebagiannya maka hal tersebut merupakan dosa besar,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ يَمِيلُ
مَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَحَدُ شِقَّيْهِ
سَاقِطٌ
"Siapa yang memiliki dua istri
kemudian hanya memperhatikan salah seorang di antara mereka, maka dia akan
datang pada hari kiamat dalam keadaan miring." (HR. Ahmad dan Ahlussunan dengan sanad shahih).
Adapun dalam masalah yang anda tidak
mungkin untuk berlaku adil seperti rasa cinta dan kelapangan dada, hal tersebut
bukanlah merupakan dosa karena hal tersebut di luar kemampuannya. Allah
subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَلَن
تَسْتَطِيعُواْ أَن تَعْدِلُواْ بَيْنَ النِّسَاء وَلَوْ حَرَصْتُمْ
"Dan kamu sekali-kali tidak akan
dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin
berbuat demikian." (An
Nisa: 129).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
telah berlaku adil terhadap para istrinya lalu bersabda:
اللَّهُمَّ هَذَا فِعْلِي فِيمَا أَمْلِكُ
فَلَا تَلُمْنِي فِيمَا تَمْلِكُ وَلَا أَمْلِكُ
"Ya Allah inilah pembagian yang
dapat aku lakukan dan jangan Engkau cela aku yang ada Engkau miliki apa yang
tidak aku miliki." (HR.
penyusun kitab sunan yang empat)
Akan tetapi jika ada seorang suami
menggunakan jatah salah seorang istrinya untuk menginap lalu digunakan untuk
istrinya yang lain tidaklah mengapa jika istri yang pertama merelakannya
sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu
ketika dia menggunakan jatah istrinya Saudah untuk
Aisyah karena Saudah memberikannya untuk
Aisyah (Hadits Aisyah muttafaq alaih). Dan ketika Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam sakit pada akhir-akhir kehidupannya dia selalu
bertanya-tanya:
أَيْنَ أَنَا غَدًا أَيْنَ أَنَا غَدًا
يُرِيدُ يَوْمَ عَائِشَةَ فَأَذِنَ لَهُ أَزْوَاجُهُ يَكُونُ حَيْثُ شَاءَ فَكَانَ
فِي بَيْتِ عَائِشَةَ حَتَّى مَاتَ عِنْدَهَا
"Dimana (giliran) saya besok,
dimana (giliran) saya besok, maka para istrinya mengizin-kannya untuk tinggal
di mana saja dia suka, dan dia memilih untuk tinggal di Rumah Aisyah hingga
meninggal." (HR. Bukhari dan
Muslim).
Hak Suami Atas Istrinya.
Adapun hak suami atas istrinya adalah
lebih besar dari haknya atas suaminya. Firman Allah ta'ala :
وَلَهُنَّ
مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
"Dan para wanita mempunyai hak yang
seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami,
mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya." (Al Baqarah: 228).
Seorang suami merupakan Qawwam
(pemimpin) atas istrinya, penanggung jawab dalam kemaslahatannya,
pengajarannya, pengarahannya, sebagaimana firman Allah ta'ala:
الرِّجَالُ
قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ
وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin
bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka
(laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (An-Nisa: 34).
Termasuk hak-hak suami atas istrinya
adalah mentaatinya dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah serta menjaga
rahasia dan hartanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ
لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
"Seandainya aku boleh memerintahkan
seseorang untuk sujud kepada seseorang niscaya aku akan memerintahkan seorang
wanita untuk sujud kepada suaminya." (HR Turmuzi dan dia berkata: "hadits ini
hasan.").
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
juga bersabda:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى
فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ
حَتَّى تُصْبِحَ
"Jika seorang suami mengajak
istrinya ke pembaringannya kemudian dia menolak untuk memenuhinya sehingga pada
malam tersebut suaminya marah kepadanya, maka malaikat akan melaknatnya hingga
Shubuh ". (HR. Bukhari dan
Muslim).
Termasuk hak suami atas istrinya adalah
tidak melakukan perbuatan yang dapat mengurangi kesempatan bagi suaminya untuk
bersenang-senang terhadapnya walaupun hal tersebut berupa perbuatan sunnah
dalam ibadah, berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ
وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا
بِإِذْنِهِ
"Tidak diperbolehkan bagi seorang
istri untuk berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada di sisinya kecuali dengan
izinnya dan tidak boleh seorang istri mengizinkan seseorang (masuk) ke rumahnya
kecuali dengan izin suaminya.'' (HR.
Bukhari).
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam
telah menjadikan keridhaan suami atas istrinya sebagai syarat bagi istrinya
untuk masuk syurga, At-Turmuzi meriwayatkan hadits Ummu Salamah radiallahuanha
bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا
عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ الْجَنَّةَ
"Seorang istri yang meninggal
sementara suaminya meridhainya niscaya dia akan masuk syurga." (HR. Ibnu Majah dan Turmuzi dan dia berkata bahwa hadits
ini hasan gharib).