Sabtu, 11 Februari 2017

Hak Yang Sesuai Fitrah dan Dikuatkan Oleh Syariat : Hak Non Muslim

HAK NON MUSLIM

Pemateri : Ustadz Fachry Permana

Non muslim mencakup semua orang kafir, mereka terbagi menjadi empat bagian: Harbi (kafir yang memerangi kamu muslimin), musta'min (kafir yang meminta perlindungan kepada kaum muslimin), mu 'ahid (Kafir yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin) dan dzimmi (Kafir yang berada dibawah kekuasaan dan perlindungan kaum muslimin).

Terhadap kafir harbi maka kaum muslimin tidak memiliki kewajiban atas mereka, baik berupa perlindungan ataupun pengawasan.

Terhadap kafir musta'min maka kaum muslim wajib melindungi mereka pada waktu dan tempat yang telah ditentukan untuk memberikan keamanan kepada mereka. Berdasarkan firman Allah ta'ala:
وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلاَمَ اللّهِ ثُمَّ أَبْلِغْهُ مَأْمَنَهُ
"Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya." (At Taubah: 6).

Terhadap kafir mu'ahid maka kita wajib melaksanakan perjanjian yang telah kita sepakati kepada mereka selama mereka juga konsisten kepada kita dalam perjanjian tersebut, tidak menguranginya dan tidak membantu seorangpun untuk mencelakakan kita dan tidak melecehkan agama kita, berdasarkan firman Allah ta'ala:
إِلاَّ الَّذِينَ عَاهَدتُّم مِّنَ الْمُشْرِكِينَ ثُمَّ لَمْ يَنقُصُوكُمْ شَيْئًا وَلَمْ يُظَاهِرُواْ عَلَيْكُمْ أَحَدًا فَأَتِمُّواْ إِلَيْهِمْ عَهْدَهُمْ إِلَى مُدَّتِهِمْ إِنَّ اللّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ
"Kecuali orang-orang musyrikin yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) dan mereka tidak mengurangi sesuatupun (dari isi perjanjian)mu dan tidak (pula) mereka membantu seseorang yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaqwa." (At-Taubah: 4).
وَإِن نَّكَثُواْ أَيْمَانَهُم مِّن بَعْدِ عَهْدِهِمْ وَطَعَنُواْ فِي دِينِكُمْ فَقَاتِلُواْ أَئِمَّةَ الْكُفْرِ إِنَّهُمْ لاَ أَيْمَانَ لَهُمْ لَعَلَّهُمْ يَنتَهُونَ
"Jika mereka merusak sumpah (janji)nya sesudah mereka berjanji, dan mereka mencerca agamamu, maka perangilah pemimpin-pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya." (At Taubah: 12).

Adapun terhadap orang-orang dzimmi maka mereka adalah merupakan golongan yang paling banyak hak dan kewajibannya. Hal tersebut karena mereka hidup di negri kaum muslimin dan di bawah perlindungan dan pengawasannya sesuai dengan jizyah (upeti) yang mereka bayar.

Wajib bagi pemerintahan muslim untuk memerintah mereka dengan hukum Islam baik dalam urusan jiwanya, hartanya dan kehormatannya juga (wajib) dilaksanakan hudud atas mereka yang melakukan tindak kriminalitas. Wajib pula melindungi mereka serta menjauhkan perbuatan yang menyakiti mereka.

Juga wajib membedakan mereka dari kaum muslimin dalam masalah pakaian dan tidak boleh bagi mereka menampakkan syi'ar-syi'ar agama mereka seperti lonceng atau salib.

Hukum-hukum yang berkaitan dengan ahli dzimmah banyak terdapat dalam kitab-kitab para ulama dan kami tidak membahasnya lebih panjang lagi.

Catatan:


Mengerjakan hak-hak ini merupakan salah satu sebab tumbuhnya kecintaan antara kaum muslimin serta dapat menghilangkan permusuhan dan pertikaian di antara mereka sebagaimana perbuatan-perbuatan tersebut dapat menjadi sebab terhapusnya keburukan dan berlipat gandanya kebaikan serta terangkatnya derajat. Semoga Allah ta'ala memberi taufiq bagi kaum muslimin untuk mengamalkannya.

Hak Yang Sesuai Fitrah dan Dikuatkan Oleh Syariat : Hak kaum Muslimin

HAK KAUM MUSLIMIN SECARA UMUM

Pemateri : Ustadz Fachry Permana

Hak dalam masalah ini banyak sekali, di antaranya adalah apa yang disebutkan dalam sebuah hadits shahih bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ سِتٌّ قِيلَ مَا هُنَّ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ إِذَا لَقِيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيْهِ وَإِذَا دَعَاكَ فَأَجِبْهُ وَإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ وَإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ اللَّهَ فَسَمِّتْهُ وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
Hak seorang muslim atas muslim lainnya ada enam: Jika engkau menemuinya maka berilah salam, dan jika dia mengundangmu maka penuhilah, jika dia minta nasihat kepadamua berilah nasihat, jika dia bersin dan mengucapkan hamdalah maka balaslah (dengan doa  فَحَمِدَ اللَّهَ  ), jika dia sakit maka kunjungilah dan jika dia meninggal maka antarkanlah (ke kuburan)." (HR. Muslim).

Dalam hadits di atas terdapat keterangan tentang beberapa hak di antara kaum muslimin:

Hak pertama: Mengucapkan salam.

Mengucapkan salam adalah sunnah yang sangat dianjurkan, karena dia merupakan penyebab tumbuhnya rasa cinta dan kedekatan di kalangan kaum muslimin sebagaimana dapat disaksikan dan sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam.
لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَى شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ
"Demi Allah tidak akan masuk syurga hingga kalian beriman dan tidak beriman hingga kalian saling mencintai, maukah kalian jika aku beritakan kepada kalian sesuatu yang jika kalian praktekkan akan menumbuhkan rasa cinta di antara kalian? Sebarkan salam di antara kalian." (HR. Muslim).

Adalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam yang selalu memulai salam kepada siapa saja yang dia temui dan bahkan dia memberi salam kepada anak-anakjika dia menemui mereka.

Sunnahnya adalah yang kecil memberi salam kepada yang besar, yang sedikit memberi salam kepada yang banyak, yang berkendaraan memberi salam kepada pejalan kaki, akan tetapi jika yang lebih utama tidak juga memberikan salam maka yang lainlah yang hendaknya memberikan salam agar sunnah tersebut tidak hilang. Jika yang kecil tidak memberi salam maka yang besar memberikan salam, jika yang sedikit tidak memberi salam maka yang banyak memberi salam agar pahalanya tetap dapat diraih.

Ammar bin Yasir radiallahuanhu berkata: "Ada tiga hal yang jika ketiganya diraih maka sempurnalah iman seseorang: Jujur (dalam menilai) dirinya, memberi salam kepada khalayak dan berinfaq saat kesulitan." (HR. Muslim).

Jika memulai salam hukumnya sunnah maka menjawabnya adalah fardhu kifayah, jika sebagian melakukannya maka yang lain gugur kewajibannya. Misalnya jika seseorang memberi salam kepada sejumlah orang maka yang menjawabnya hanya seorang maka yang lain gugur kewajibannya. Allah ta'ala berfirman:
وَإِذَا حُيِّيْتُم بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا
"Apabila kamu dihormati dengan sesuatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah dengan yang serupa." (An Nisa: 86).

Tidak cukup menjawab salam dengan mengucapkan: "Ahlan Wasahlan" saja, karena dia bukan termasuk "yang lebih baik darinya", maka jika seseorang berkata: "Assalamualaikum", maka jawablah: "Wa'alaikum salam", jika dia berkata: "Ahlan", maka jawablah: "Ahlan"  juga, danjika dia menambah ucapan selamatnya maka itu lebih utama.

Hak Kedua: Memenuhi undangan

Misalnya, seseorang mengundang anda untuk makan- makan atau lainnya maka penuhilah dan memenuhi undangan adalah sunnah mu'akkadah dan hal itu dapat menarik hati orang yang mengundang serta mendatangkan rasa cinta dan kasih sayang. Dikecualikan dari hal tersebut adalah undangan perkawinan, sebab memenuhi undangan tersebut adalah wajib dengan syarat-syarat yang telah dikenal. Yaitu:

1.      Dilakukan pada hari pertama
2.      Pengundangnya adalah orang muslim,
3.      Pengundangnya bukan orang yang sedang diisolir (karena melanggar ajaran Islam)
4.      Undanganya langsung diarahkan (dikhususkan) kepada yang bersangkutan
5.      Mata pencaharian pengundang halal, 6.Tidak Terdapat kemunkaran yang tidak dapat dia hilangkan. (Al Salsabil Fi Ma'rifati Ad Dalil, hal. 735).

Rasulullah bersabda:
وَمَنْ لَمْ يُجِبْ الدَّعْوَةَ فَقَدْ عَصَى اللَّهَ وَرَسُولَهُ
"Dan siapa yang tidak memenuhi (undangan) maka dia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari dan Muslim).

Hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. : “Jika seseorang mengundangmu maka penuhilah" termasuk juga undangan untuk memberikan bantuan atau pertolongan. Karena anda diperintahkan untuk menjawabnya, maka jika dia memohon kepada anda agar anda menolongnya untuk membawa sesuatu misalnya atau membuang sesuatu, maka anda diperintahkan untuk menolongnya, berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا
"Setiap mu'min satu sama lainnya bagaikan bangunan yang saling menopang." (HR. Bukhari dan Muslim).

Hak ketiga: Jika dia meminta nasihat maka penuhilah.

Yaitu: jika seseorang datang meminta nasihat kepadamu dalam suatu masalah maka nasihatilah karena hal itu termasuk agama sebagaimana hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
الدِّينُ النَّصِيحَةُ قُلْنَا لِمَنْ قَالَ لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
"Agama adalah nasihat: Kepada Allah, Kitab-Nya, Rasul-Nya dan kepada para pemimpin kaum muslimin serta rakyat pada umumnya." (HR. Muslim).

Adapun jika seseorang datang kepadamu tidak untuk meminta nasihat namun pada dirinya terdapat bahaya atau perbuatan dosa yang akan dilakukannya maka wajib menasihatinya walaupun perbuatan tersebut tidak diarahkan kepadanya, karena hal tersebut termasuk menghilangkan bahaya dan kemunkaran dari kaum muslimin. Adapun jika tidak terdapat bahaya dalam dirinya dan tidak ada dosa padanya dan dia melihat bahwa hal lainnya (selain nasihat) lebih bermanfaat maka tidak perlu menasihatinya kecuali jika dia meminta nasihat kepadanya maka saat itu wajib menasihatinya.

Hak keempat: Jika dia bersin lalu mengucapkan "Al Hamdulillah" maka jawablah dengan ucapan: "Yarhamukallah".

Sebagai rasa syukur kepada-Nya yang memuji Allah saat bersin, adapun jika dia bersin tetapi tidak mengucapkan hamdalah maka dia tidak berhak untuk diberikan ucapan tersebut, dan itulah balasan bagi orang bersin yang tidak mengucapkan hamdalah.

Menjawab orang bersin (jika dia mengucapkan hamdalah) hukumnya wajib, dan wajib pula menjawab orang yang mengucapkan: "Yarhamukallah" dengan ucapan "Yahdikumullah wa yuslihu balakum", dan jika seseorang bersin terus-menerus lebih dari tiga kali maka keempat kalinya ucapkanlah "Aafakallah" (Semoga Allah menyembuhkan anda) sebagai ganti dari ucapan: "Yarhamukallah "

Hak kelima: Membesuknya jika dia sakit.

Hal ini merupakan hak orang sakit dan kewajiban saudara saudaranya seiman, apalagi jika yang sakit memiliki kekerabatan, teman dan tetangga maka membesuknya sangat dianjurkan.

Cara membesuk sangat tergantung orang yang sakit dan penyakitnya. Kadang kondisinya menuntut untuk sering dikunjungi, maka yang utama adalah memperhatikan keadaannya. Disunnahkan bagi yang membesuk orang sakit untuk menanyakan keadaannya, mendoakannya serta menghiburnya dan memberinya harapan karena hal tersebut merupakan sebab yang paling besar mendatangkan kesembuhan dan kesehatan. Layak juga untuk mengingatkannya akan taubat dengan cara yang tidak menakutkannya, seperti berkata kepadanya: "Sesunguhnya sakit yang engkau derita sekarang ini mendatangkan kebaikan, karena penyakit dapat berfungsi menghapus dosa dan kesalahan dan dengan kondisi yang tidak dapat kemana-mana engkau dapat meraih pahala yang banyak, dengan membaca zikir, istighfar dan berdoa".

Hak keenam: Mengantarkan jenazahnya jika meninggal.

Hal ini juga merupakan hak seorang muslim atas saudaranya dan di dalamnya terdapat pahala yang besar. Terdapat riwayat dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa dia bersabda:
مَنْ صَلَّى عَلَى جَنَازَةٍ فَلَهُ قِيرَاطٌ وَمَنْ اتَّبَعَهَا حَتَّى تُوضَعَ فِي الْقَبْرِ فَقِيرَاطَانِقَالَ قُلْتُ يَا أَبَا هُرَيْرَةَ وَمَا الْقِيرَاطُ قَالَ مِثْلُ أُحُدٍ
"Siapa yang mengantarkan jenazah hingga menshalatkannya maka baginya pahala satu qhirath, dan siapa yang mengantarkannya hingga dimakamkan maka baginya pahala dua qhirath", beliau ditanya: "Apakah yang dimaksud qhirath?” beliau menjawab: "Bagaikan dua gunung yang besar. " (HR. Bukhari dan Muslim).

Hak Ketujuh : Tidak menyakiti saudaranya

Termasuk hak muslim kepada muslim yang lainnya adalah menahan diri untuk tidak menyakitinya, karena menyakiti kaum muslimin adalah dosa yang sangat besar. Allah ta'ala berfirman:
وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَانًا وَإِثْمًا مُّبِينًا
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang yang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, Maka Sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”  (Al Ahzab:58)

Dan pada umumnya siapa yang melakukan perbuatan yang menyakitkan saudaranya maka Allah akan membalasnya di dunia sebelum dibalan di akhirat. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا تَحَاسَدُوا وَلَا تَنَاجَشُوا وَلَا تَبَاغَضُوا وَلَا تَدَابَرُوا وَلَا يَبِعْ بَعْضُكُمْ عَلَى بَيْعِ بَعْضٍ وَكُونُوا عِبَادَ اللَّهِ إِخْوَانًا الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لَا يَظْلِمُهُ وَلَا يَخْذُلُهُ وَلَا يَحْقِرُهُ التَّقْوَى هَاهُنَا وَيُشِيرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ
“Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya." (HR. Muslim).

Hak-hak muslim atas saudaranya yang muslim banyak sekali, akan tetapi kita dapat menyimpulkan semua itu dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ
"Seorang muslim adalah saudara bagi muslim yang lainnya"


Jika seseorang mewujudkan sikap ukhuwwah terhadap saudaranya maka dia akan berusaha untuk mendatangkan kebaikan kepada semua saudaranya serta menghindar dari semua perbuatan yang menyakitkannya.

Hak Yang Sesuai Fitrah dan Dikuatkan Oleh Syariat : Hak Tetangga

HAK TETANGGA

Pemateri : Ustadz Fachry Permana

Tetangga adalah orang yang tinggal dekat rumah anda, baginya terdapat hak yang banyak. Jika dia sanak saudara anda dan muslim maka baginya ada tiga hak: Hak tetangga, hak kekerabatan dan hak Islam, adapun jika dia termasuk sanak saudara tapi non muslim maka baginya ada dua hak: hak tetangga dan hak kekerabatan sedangkanjika bukan sanak saudara danjuga non muslim maka baginya satu hak: hak tetangga (Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Bakar Al Bazzar dari jalur Hasan dari Jabir bin Abdullah, disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsir surat An Nisa ayat 36).

Allah ta'ala berfirman:
وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ
"Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh ." (An Nisa: 36).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَا زَالَ جِبْرِيلُ يُوصِينِي بِالْجَارِ حَتَّى ظَنَنْتُ أَنَّهُ سَيُوَرِّثُهُ
"(Malaikat) Jibril selalu mewasiatkan kepadaku tentang tetangga hingga aku mengira bahwa tetangga mendapat warisan (tetangga lain)-nya." (Muttafaq alaih).

Di antara hak-hak tetangga terhadap tetangganya adalah berlaku baik kepadanya semampunya, baik berupa; harta, kehormatan dan manfaat, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَخَيْرُ الْجِيرَانِ عِنْدَ اللَّهِ خَيْرُهُمْ لِجَارِهِ

"Sebaik-baik tetangga disisi Allah adalah yang paling baik terhadap tetangganya.” (HR. Turmuzi dan dia berkata hadits ini hasan gharib).

Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُحْسِنْ إِلَى جَارِهِ
"Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berlaku baik terhadap tetangganya." (HR. Muslim).
إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ
"Jika engkau memasak masakan berkuah maka banyakkanlah airnya dan bagilah tetanggamu." (HR. Muslim).

Termasuk berbuat baik terhadap tetangga adalah memberikan hadiah kepadanya dalam peristiwa-peristiwa tertentu, karena hadiah dapat mendatangkan rasa cinta dan menghapus permusuhan.

Termasuk hak tetangga atas tetangganya adalah menahan perkataan dan perbuatannya dari perbuatan yang menyakitinya. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ وَاللَّهِ لَا يُؤْمِنُ قِيلَ وَمَنْ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الَّذِي لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَايِقَهُ  -...-لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ مَنْ لَا يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ
"Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman", mereka bertanya "Siapa yaa Rasulullah? beliau bersabda: "Yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya " -dalam riwayat yang lain- "Tidak masuk syurga orang yang tetangganya tidak aman dari kejahatannya." (HR. Bukhari).


Pada zaman sekarang banyak orang yang tidak memperhatikan hak tetangga sehingga tetangganya tidak aman dari keburukannya. Seringkali tampak di antara mereka terjadi percekcokan dan sengketa serta pelecehan terhadap hak-haknya, baik berupa perkataan maupun perbuatan. Semua itu bertentangan dengan apa yang diperintahkan Allah ta'ala dan Rasul-Nya dan dapat menyebabkan perpecahan serta ketidak harmonisan di kalangan muslimin dan hilangnya penghormatan di antara mereka satu sama lain.

Hak Yang Sesuai Fitrah dan Dikuatkan Oleh Syariat : Hak Pemimpin dan Rakyat

HAK PEMIMPIN DAN RAKYATNYA

Pemateri : Ustadz Fachry Permana

Yang dimaksud adalah pemimpin yang mengatur semua perkara kaum muslimin, baik kepemimpinannya bersifat umum seperti kepala negara atau bersifat khusus seperti dalam sebuah lembaga tertentu atau dalam pekerjaan tertentu, setiap mereka memiliki hak yang wajib dipenuhi oleh rakyatnya dan rakyatnya juga memiliki hak yang wajib dipenuhi oleh pemimpinnya.

Hak rakyat yang merupakan kewajiban pemimpin adalah menunaikan amanah yang Allah bebankan kepada mereka dan wajib memberikan pengarahan kepada rakyatnya serta berjalan di atas peraturan-peraturan yang lurus yang menjamin kemaslahatan dunia dan akhirat.

Hal tersebut terwujud dengan cara mengikuti jejak kaum muslimin dan jalan yang telah dilalui oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, karena sesungguhnya di dalamnya terdapat kebahagiaan bagi mereka dan rakyatnya dan siapa saja yang di bawah tanggung jawabnya dan inilah hal yang paling efektif untuk membuat rakyat ridha kepada pemimpinnya, hubungan terjalin di antara mereka, rakyat akan tunduk terhadap perintah mereka dan menjaga amanah yang dilimpahkan kepada mereka.

Sesungguhnya siapa yang bertakwa kepada Allah maka manusia akan segan kepadanya dan siapa yang mengejar keridhaan Allah, maka cukuplah Allah yang akan menjadikan manusia sebagai pendukungnya dan ridha kepadanya karena hati manusia berada di Tangan Allah, Dia yang merubahnya sesuka-Nya.

Adapun hak para pemimpin yang merupakan kewajiban rakyatnya adalah memberikan nasihat atas kepemimpinan mereka atas berbagai urusan rakyatnya serta memberikan peringatan jika mereka melakukan kelalaian dan mendoakan mereka jika mereka mulai berpaling dari kebenaran.

Melaksanakan segala perintah mereka jika di dalamnya tidak terdapat maksiat kepada Allah, karena hal tersebut menjadikan segala urusan berjalan tertib dan teratur. Sebaliknya jika tidak tunduk kepada setiap perintah mereka, terjadilah kekacaun dan berbagai urusan menjadi kacau. Karena itu Allah ta'ala memerintahkan untuk ta'at kepada-Nya, ta'at  kepada Rasul-Nya dan kepada para pemimpin. Firman-Nya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ أَطِيعُواْ اللّهَ وَأَطِيعُواْ الرَّسُولَ وَأُوْلِي الأَمْرِ مِنكُمْ
"Wahai orang-orang yang beriman ta'atlah kalian kepada Allah dan ta'atlah kalian kepada Rasul dan pemimpin di antara kalian." (An-Nisa :59).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ فِيمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ مَا لَمْ يُؤْمَرْ بِمَعْصِيَةٍ فَإِذَا أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ فَلَا سَمْعَ وَلَا طَاعَةَ
"Bagi seorang muslim wajib mendengar dan ta'at (kepada para pemimpinnya), baik hal itu dia sukai ataupun dia benci, kecuali jika dia diperintahkan melakukan maksiat, jika (pemimpin) memerintahkan kepada kemaksiatan maka tidak boleh didengar dan dita'ati" (Muttafaq alaih).

Abdullah bin Umar berkata: "Saat kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dalam sebuah perjalanan, kami singgah pada sebuah tempat, maka seseorang penyeru Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam menyerukan: "Asshalaatu Jaami 'ah (Mari shalat berjamaah), maka berkumpullah kami bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam lalu dia bersabda: "Tidak ada seorang nabipun yang diutus Allah ta'ala kecuali dia harus mengarahkan ummatnya kepada kebaikan yang dia ketahui untuk mereka (umatnya), dan memperingatkan mereka dari keburukan apa yang dia ketahui, dan sesungguhnya ummat kalian kebaikannya telah diberikan kepada generasi pertama, sedangkan generasi berikutnya akan ditimpa ujian dan berbagai perkara yang mereka tolak, Akan datang fitnah sehingga satu sama lain saling memperbudak, dan kemudian datang fitnah hingga seorang mu'min akan berkata: "Inilah kehancuranku", kemudian datang lagi fitnah dan orang-orang akan berkata serupa. Maka siapa yang ingin dihindarkan dari api neraka dan dimasukkan dalam syurga hendaklah dia menemui kematiannya dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir dan hendaklah kamu melakukan sesuatu terhadap orang lain apa-apa yang kamu suka seandainya hal tersebut dilakukan orang lain terhadap kamu. Dan barang siapa yang berbai 'at kepada seorang imam dengan mengulurkan tangannya dan dengan sepenuh hati maka hendaklah dia mentaatinya semampunya dan jika datang (pemimpin) yang lainnya dan menentangnya maka tebaslah batang leher pemimpin yang lain itu". Seseorang bertanya kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam "Wahai Rasulullah bagaimana pendapatmu jika ada seorang pemimpin yang selalu menuntut kepada kami hak mereka dan menahan hak-hak kami, apa yang engkau perintahkan, lalu beliau berpaling darinya, kemudian dia bertanya hal itu lagi, maka bersabdalah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Dengarkanlah (pemimpin itu) dan ta'atilah, karena bagi mereka apa yang dibebankan untuk mereka dan bagi kalian apa yang dibebankan untuk kalian." (HR. Muslim).


Di antara hak-hak para pemimpin yang merupakan kewajiban rakyatnya adalah bantuan rakyatnya dalam melaksanakan kewajiban mereka dalam bentuk realisasi atas setiap tuntutan yang ditugaskan kepada mereka dan agar setiap warga negara mengetahui perannya dan tanggung jawabnya dalam masyarakat sehingga semua perkara berjalan tertib sesuai yang diharapkan, karena seorang pemimpin jika tidak dibantu rakyatnya dalam memenuhi setiap kewajiban mereka niscaya kepemimpinannya tidak akan berhasil.

Hak Yang Sesuai Fitrah dan Dikuatkan Oleh Syariat : Hak Suami Istri

HAK SUAMI ISTRI

Pemateri : Ustadz Fachry Permana

Pernikahan memiliki dampak dan konsekwensi yang sangat besar. Dia merupakan ikatan antara suami istri yang menuntut setiap mereka untuk memenuhi hak-hak pasangannya, baik hak fisik, hak sosial dan hak harta.

Maka wajib bagi pasangan suami istri untuk memperlakukan pasangannya dengan baik (ma'ruf) dan memenuhi haknya yang merupakan kewajibannya dengan penuh keikhlasan dan kemudahan tidak dengan perasaan berat dan ditunda-tunda. Allah ta'ala berfirman:
وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
"Dan pergaulilah mereka (istri-istri) dengan cara yang ma'ruf." (An Nisa: 19).
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya." (Al Baqarah: 228).

Bagi seorang istri wajib baginya untuk memenuhi segala hak suaminya yang merupakan kewajiban bagi dirinya. Jika setiap pasangan suami istri melakukan segala kewajibannya masing-masing maka kehidupan mereka akan bahagia dan rumah tangganya akan tetap harmonis dan jika yang terjadi sebaliknya maka akan timbul berbagai macam pertikaian dan kehidupan mereka menjadi tidak harmonis.

Banyak nash-nash yang menganjurkan kita untuk berbuat baik terhadap istri dan memperhatikan keadaannya. Mengharapkan kesempurnaan tanpa cacat dalam dirinya adalah sebuah kemustahilan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
وَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلَاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
"Perlakukanlah wanita dengan baik, karena wanita terbuat dari tulang rusuk, dan bagian yang paling bengkok dari tulang rusuk adalah sebelah atas, jika engkau luruskan maka akan membuatnya patah dan jika kamu biarkan maka dia akan tetap bengkok, maka berlaku baiklah terhadap wanita." (HR. Bukhari dan Muslim)

Dalam sebuah riwayat juga dikatakan :
إِنَّ الْمَرْأَةَ خُلِقَتْ مِنْ ضِلَعٍ لَنْ تَسْتَقِيمَ لَكَ عَلَى طَرِيقَةٍ فَإِنْ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَبِهَا عِوَجٌ وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيمُهَا كَسَرْتَهَا وَكَسْرُهَا طَلَاقُهَا
“Sesungguhnya wanita terbuat dari tulang rusuk dan dia tidak akan lurus dengan sebuah cara apapun, jika kamu ingin bersenang-senang dengannya, kamu dapat melakukannya tapi dalam dirinya tetap saja ada yang bengkok (kekurangan) jika kamu memaksanya untuk meluruskannya niscaya dia akan patah, dan yang dimaksud patah disini artinya menthalaqnya." (HR. Muslim).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
"Janganlah seorang mu'min membenci seorang mu'minah (istrinya), jika ada sesuatu yang tidak disukainya pada dirinya bisa jadi masih banyak hal lainnya yang disukainya." (HR. Muslim).

Dalam hadits ini terdapat petunjuk dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada umatnya bagaimana mereka seharusnya memperlakukan seorang wanita. Seyogyanya setiap kekurangan diterima dengan lapang dada karena hal tersebut akan selalu, maka tidak mungkin seorang suami dapat berbahagia dengan istrinya kecuali dia bersedia menerima apa yang ada padanya.

Dalam hadits di atas terdapat pelajaran bahwa seyogyanya seorang suami membandingkan kekurangan dan kelebihan yang ada pada istrinya,jika ada yang tidak dia suka pada dirinya maka bandingkanlah dengan sisi lainnya yang dia suka dan janganlah dia melihat istrinya selalu dengan pandangan benci dan keengganan semata.

Banyak kalangan suami istri yang menginginkan kesempurnaan dari pasangan mereka, ini adalah sesuatu yang tidak mungkin, karena itu banyak di antara mereka yang cek-cok dan tidak mendapatkan keharmonisan dan kesenangan dalam rumah tangga mereka dan kemungkinan akan bermuara pada perceraian, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam: "Jika kamu paksakan meluruskannya maka akan membuatnya patah, dan yang dimaksud patah adalah menceraikannya."

Maka hendaknya setiap suami memberikan kelonggaran dan kemudahan terhadap apa yang dilakukan istri sepanjang tidak merusak agama dan kemuliaannya.

Hak-Hak Istri Atas Suaminya

Termasuk hak istri atas suaminya adalah menunaikan kewajiban nafkah, berupa; sandang, pangan dan papan berdasarkan firman Allah ta'ala:
وَعلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ لاَ تُكَلَّفُ
"Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara yang ma'ruf." (Al Baqarah: 233).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَنْ تُحْسِنُوا إِلَيْهِنَّ فِي كِسْوَتِهِنَّ وَطَعَامِهِنَّ
"Dan kewajiban kalian atas mereka (para istri) adalah memberi pakaian dan nafkah dengan ma'ruf." (HR. Turmuzi, dia menshahihkannya).

Dalam satu riwayat Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ditanya tentang hak istri, beliau bersabda:
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ أَوْ اكْتَسَبْتَ وَلَا تَضْرِبْ الْوَجْهَ وَلَا تُقَبِّحْ وَلَا تَهْجُرْ إِلَّا فِي الْبَيْتِ
"Kamu memberinya makan apa yang kamu makan, kamu memberinya pakaian apa yang kamu kenakan, jangan memukul wajah dan jangan mencacinya dan jangan mengasingkannya kecuali di dalam rumah." (Hadits Hasan riwayat Ahmad, Abu Daud, dan Ibnu Majah).

Termasuk hak istri adalah berlaku adil di antara mereka jika memiliki istri lebih dari satu, baik dalam sandang, pangan dan papan dan segala sesuatu yang dituntut baginya untuk berlaku adil. Jika hanya memperhatikan sebagiannya maka hal tersebut merupakan dosa besar, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ امْرَأَتَانِ يَمِيلُ مَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى جَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَحَدُ شِقَّيْهِ سَاقِطٌ
"Siapa yang memiliki dua istri kemudian hanya memperhatikan salah seorang di antara mereka, maka dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan miring." (HR. Ahmad dan Ahlussunan dengan sanad shahih).

Adapun dalam masalah yang anda tidak mungkin untuk berlaku adil seperti rasa cinta dan kelapangan dada, hal tersebut bukanlah merupakan dosa karena hal tersebut di luar kemampuannya. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَلَن تَسْتَطِيعُواْ أَن تَعْدِلُواْ بَيْنَ النِّسَاء وَلَوْ حَرَصْتُمْ
"Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian." (An Nisa: 129).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah berlaku adil terhadap para istrinya lalu bersabda:
اللَّهُمَّ هَذَا فِعْلِي فِيمَا أَمْلِكُ فَلَا تَلُمْنِي فِيمَا تَمْلِكُ وَلَا أَمْلِكُ
"Ya Allah inilah pembagian yang dapat aku lakukan dan jangan Engkau cela aku yang ada Engkau miliki apa yang tidak aku miliki." (HR. penyusun kitab sunan yang empat)

Akan tetapi jika ada seorang suami menggunakan jatah salah seorang istrinya untuk menginap lalu digunakan untuk istrinya yang lain tidaklah mengapa jika istri yang pertama merelakannya sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu ketika dia menggunakan jatah istrinya Saudah untuk

Aisyah karena Saudah memberikannya untuk Aisyah (Hadits Aisyah muttafaq alaih). Dan ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam sakit pada akhir-akhir kehidupannya dia selalu bertanya-tanya:
أَيْنَ أَنَا غَدًا أَيْنَ أَنَا غَدًا يُرِيدُ يَوْمَ عَائِشَةَ فَأَذِنَ لَهُ أَزْوَاجُهُ يَكُونُ حَيْثُ شَاءَ فَكَانَ فِي بَيْتِ عَائِشَةَ حَتَّى مَاتَ عِنْدَهَا
"Dimana (giliran) saya besok, dimana (giliran) saya besok, maka para istrinya mengizin-kannya untuk tinggal di mana saja dia suka, dan dia memilih untuk tinggal di Rumah Aisyah hingga meninggal." (HR. Bukhari dan Muslim).

Hak Suami Atas Istrinya.

Adapun hak suami atas istrinya adalah lebih besar dari haknya atas suaminya. Firman Allah ta'ala :
وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ وَلِلرِّجَالِ عَلَيْهِنَّ دَرَجَةٌ
"Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada istrinya." (Al Baqarah: 228).

Seorang suami merupakan Qawwam (pemimpin) atas istrinya, penanggung jawab dalam kemaslahatannya, pengajarannya, pengarahannya, sebagaimana firman Allah ta'ala:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاء بِمَا فَضَّلَ اللّهُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَا أَنفَقُواْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ
"Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka." (An-Nisa: 34).

Termasuk hak-hak suami atas istrinya adalah mentaatinya dalam perkara yang bukan maksiat kepada Allah serta menjaga rahasia dan hartanya, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
"Seandainya aku boleh memerintahkan seseorang untuk sujud kepada seseorang niscaya aku akan memerintahkan seorang wanita untuk sujud kepada suaminya." (HR Turmuzi dan dia berkata: "hadits ini hasan.").

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam juga bersabda:
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَأَبَتْ فَبَاتَ غَضْبَانَ عَلَيْهَا لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
"Jika seorang suami mengajak istrinya ke pembaringannya kemudian dia menolak untuk memenuhinya sehingga pada malam tersebut suaminya marah kepadanya, maka malaikat akan melaknatnya hingga Shubuh ". (HR. Bukhari dan Muslim).

Termasuk hak suami atas istrinya adalah tidak melakukan perbuatan yang dapat mengurangi kesempatan bagi suaminya untuk bersenang-senang terhadapnya walaupun hal tersebut berupa perbuatan sunnah dalam ibadah, berdasarkan hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam:
لَا يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلَّا بِإِذْنِهِ وَلَا تَأْذَنَ فِي بَيْتِهِ إِلَّا بِإِذْنِهِ
"Tidak diperbolehkan bagi seorang istri untuk berpuasa (sunnah) sementara suaminya ada di sisinya kecuali dengan izinnya dan tidak boleh seorang istri mengizinkan seseorang (masuk) ke rumahnya kecuali dengan izin suaminya.'' (HR. Bukhari).

Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam telah menjadikan keridhaan suami atas istrinya sebagai syarat bagi istrinya untuk masuk syurga, At-Turmuzi meriwayatkan hadits Ummu Salamah radiallahuanha bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:
أَيُّمَا امْرَأَةٍ مَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَنْهَا رَاضٍ دَخَلَتْ الْجَنَّةَ
"Seorang istri yang meninggal sementara suaminya meridhainya niscaya dia akan masuk syurga." (HR. Ibnu Majah dan Turmuzi dan dia berkata bahwa hadits ini hasan gharib).