Sabtu, 04 Februari 2017

Syarh Khudz Aqiidatak min Al-Kitab wa As-Sunnah Ash-Shohiihah 7

PASAL  VII
TAWASSUL DAN MENCARI SYAFA’AT


28.Dengan apa kita bertawassul kepada Allah Subhanahu wata'ala?

Jawaban : Tawassul itu ada yang boleh (disyariatkan) dan ada yang dilarang.

Adapun Tawassul yang disyari’atkan yaitu:

a.       Tawassul dengan nama-nama-Nya dan sifat-sifat-Nya.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman:
وَلِلّهِ الأَسْمَاء الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا
Artinya: Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu (QS AL-A’raaf:180).

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda:
 أسألك بكل اسم هو لك سميت به نفسك
Artinya: Aku mohon kepadaMu dengan segala nama kepunyaan Mu, dan Engkau beri nama dengannya akan Dzat-Mu.. [HR Ahmad]

b.      Tawassul dengan amal sholeh.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَابْتَغُواْ إِلَيهِ الْوَسِيلَةَ
Artinya: Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya. (QS Al Maidah 35).

Sebagaimana yang disebutkan oleh lbnu Katsir dengan menukil perkataan Qotadah bahwa yang dimaksud dengan :  (وَابْتَغُواْ إِلَيهِ الْوَسِيلَةَ) pada ayat tersebut ialah :

“Dekatkanlah dirimu kepada Allah dengan melakukan ketaatan dan beramal dengan apa yang diridlai-Nya.”

Dan bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  kepada seorang sahabat yang meminta kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  supaya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  berdo'a agar dirinya kelak diakherat menjadi penduduk Sorga dan menjadi teman beliau didalamnya :
فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Bantulah aku atas dirimu dengan memperbanyak sujud." (HR Muslim 2/51-52 (299), Abu Dawud 1320)

Yang dimaksud dengan memperbanyak sujud ialah memperbanyak sholat, sedangkan sholat itu termasuk dari amal sholeh.

Dan boleh juga tawassul dengan kecintaan kita dan dengan kecintaan Allah kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam  dan kepada para kekasihnya (yang termaktub dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah).

(Dan sebagai dalil yang lain tentang bolehnya bertawasul dengan amal sholeh) adalah sebagaimana kisah tiga orang laki-Iaki yang terperangkap di dalam gua (karena ketika mereka telah berada didalam gua. tiba-tiba saja sebongkah batu besar menggelinding, kemudian berhenti tepat hingga menutupi pintu goa dan mereka tidak bisa keluar). Akhirnya mereka bertawasul dengan amal sholeh mereka masing­-masing, lalu Allah Subhanahu wata’ala  menyelamatkan mereka (dengan menggeser batu besar itu sedikit demi sedikit).

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ بَيْنَمَا ثَلَاثَةُ نَفَرٍ يَتَمَشَّوْنَ أَخَذَهُمْ الْمَطَرُ فَأَوَوْا إِلَى غَارٍ فِي جَبَلٍ فَانْحَطَّتْ عَلَى فَمِ غَارِهِمْ صَخْرَةٌ مِنْ الْجَبَلِ فَانْطَبَقَتْ عَلَيْهِمْ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ انْظُرُوا أَعْمَالًا عَمِلْتُمُوهَا صَالِحَةً لِلَّهِ فَادْعُوا اللَّهَ تَعَالَى بِهَا لَعَلَّ اللَّهَ يَفْرُجُهَا عَنْكُمْ فَقَالَ أَحَدُهُمْ اللَّهُمَّ إِنَّهُ كَانَ لِي وَالِدَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ وَامْرَأَتِي وَلِي صِبْيَةٌ صِغَارٌ أَرْعَى عَلَيْهِمْ فَإِذَا أَرَحْتُ عَلَيْهِمْ حَلَبْتُ فَبَدَأْتُ بِوَالِدَيَّ فَسَقَيْتُهُمَا قَبْلَ بَنِيَّ وَأَنَّهُ نَأَى بِي ذَاتَ يَوْمٍ الشَّجَرُ فَلَمْ آتِ حَتَّى أَمْسَيْتُ فَوَجَدْتُهُمَا قَدْ نَامَا فَحَلَبْتُ كَمَا كُنْتُ أَحْلُبُ فَجِئْتُ بِالْحِلَابِ فَقُمْتُ عِنْدَ رُءُوسِهِمَا أَكْرَهُ أَنْ أُوقِظَهُمَا مِنْ نَوْمِهِمَا وَأَكْرَهُ أَنْ أَسْقِيَ الصِّبْيَةَ قَبْلَهُمَا وَالصِّبْيَةُ يَتَضَاغَوْنَ عِنْدَ قَدَمَيَّ فَلَمْ يَزَلْ ذَلِكَ دَأْبِي وَدَأْبَهُمْ حَتَّى طَلَعَ الْفَجْرُ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ لَنَا مِنْهَا فُرْجَةً نَرَى مِنْهَا السَّمَاءَ فَفَرَجَ اللَّهُ مِنْهَا فُرْجَةً فَرَأَوْا مِنْهَا السَّمَاءَ وَقَالَ الْآخَرُ اللَّهُمَّ إِنَّهُ كَانَتْ لِيَ ابْنَةُ عَمٍّ أَحْبَبْتُهَا كَأَشَدِّ مَا يُحِبُّ الرِّجَالُ النِّسَاءَ وَطَلَبْتُ إِلَيْهَا نَفْسَهَا فَأَبَتْ حَتَّى آتِيَهَا بِمِائَةِ دِينَارٍ فَتَعِبْتُ حَتَّى جَمَعْتُ مِائَةَ دِينَارٍ فَجِئْتُهَا بِهَا فَلَمَّا وَقَعْتُ بَيْنَ رِجْلَيْهَا قَالَتْ يَا عَبْدَ اللَّهِ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تَفْتَحْ الْخَاتَمَ إِلَّا بِحَقِّهِ فَقُمْتُ عَنْهَا فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ لَنَا مِنْهَا فُرْجَةً فَفَرَجَ لَهُمْ وَقَالَ الْآخَرُ اللَّهُمَّ إِنِّي كُنْتُ اسْتَأْجَرْتُ أَجِيرًا بِفَرَقِ أَرُزٍّ فَلَمَّا قَضَى عَمَلَهُ قَالَ أَعْطِنِي حَقِّي فَعَرَضْتُ عَلَيْهِ فَرَقَهُ فَرَغِبَ عَنْهُ فَلَمْ أَزَلْ أَزْرَعُهُ حَتَّى جَمَعْتُ مِنْهُ بَقَرًا وَرِعَاءَهَا فَجَاءَنِي فَقَالَ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تَظْلِمْنِي حَقِّي قُلْتُ اذْهَبْ إِلَى تِلْكَ الْبَقَرِ وَرِعَائِهَا فَخُذْهَا فَقَالَ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تَسْتَهْزِئْ بِي فَقُلْتُ إِنِّي لَا أَسْتَهْزِئُ بِكَ خُذْ ذَلِكَ الْبَقَرَ وَرِعَاءَهَا فَأَخَذَهُ فَذَهَبَ بِهِ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ لَنَا مَا بَقِيَ فَفَرَجَ اللَّهُ مَا بَقِيَ

Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam , beliau bersabda, "Ketika tiga orang laki-laki sedang berjalan, tiba-tiba hujan turun hingga mereka berlindung ke dalam sebuah gua yang terdapat di suatu gunung. Tanpa diduga sebelumnya, ada sebuah batu besar jatuh menutup mulut goa dan mengurung mereka di dalamnya. Kemudian salah seorang dari mereka berkata kepada temannya yang lain, 'Ingat-ingatlah amal shalih yang pernah kalian lakukan hanya karena mencari ridha Allah semata. Setelah itu, berdoa dan memohonlah pertolongan kepada Allah dengan perantaraan amal shalih tersebut, mudah-mudahan Allah akan menghilangkan kesulitan kalian.' Tak lama kemudian salah seorang dari mereka berkata, "Ya Allah ya Tuhanku, dulu saya mempunyai dua orang tua yang sudah lanjut usia. Selain itu, saya juga mempunyai seorang istri dan beberapa orang anak yang masih kecil. Saya menghidupi mereka dengan memggembalakan ternak. Apabila pulang dari menggembala, saya pun segera memerah susu dan saya dahulukan untuk kedua orang tua saya. Lalu saya berikan air susu tersebut kepada kedua orang tua saya sebelum saya berikan kepada anak-anak saya. Pada suatu ketika, tempat penggembalaan saya jauh, hingga saya pun baru pulang pada sore hari. Kemudian saya dapati kedua orang tua saya sedang tertidur pulas. Lalu, seperti biasa, saya segera memerah susu dan setelah itu saya membawanya ke kamar kedua orang tua saya. Saya berdiri di dekat keduanya serta tidak membangunkan mereka dari tidur. Akan tetapi, saya juga tidak ingin memberikan air susu tersebut kepada anak-anak saya sebelum diminum oleh kedua orang tua saya, meskipun mereka, anak-anak saya, telah berkerumun di telapak kaki saya untuk meminta minum karena rasa lapar yang sangat. Keadaan tersebut saya dan anak-anak saya jalankan dengan sepenuh hati hingga terbit fajar. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwasanya saya melakukan perbuatan tersebut hanya untuk mengharap ridha-Mu, maka bukakanlah suatu celah untuk kami hingga kami dapat melihat cahaya!' Akhirnya Allah Subhanahu wa Ta 'ala membuka celah lubang gua tersebut, berkat adanya amal perbuatan baik tersebut, hingga mereka dapat melihat langit. Salah seorang dari mereka berdiri sambil berkata, "Ya Allah ya Tuhanku, dulu saya mempunyai seorang sepupu perempuan {anak perempuan paman} yang saya sukai sebagaimana sukanya kaum laki-laki yang menggebu-gebu terhadap kaum wanita. Pada suatu ketika saya pernah mengajaknya untuk berbuat mesum, tetapi ia menolak hingga saya dapat memberinya uang seratus dinar. Setelah bersusah payah mengumpulkan uang seratus dinar, akhirnya saya pun mampu memberikan uang tersebut kepadanya. Ketika saya berada diantara kedua pahanya {telah siap untuk menggaulinya}, tiba-tiba ia berkata, 'Hai hamba Allah, takutlah kepada Allah dan janganlah kamu membuka cincin {menggauliku} kecuali setelah menjadi hakmu.' Lalu saya bangkit dan meninggalkannya. Ya Allah ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau pun tahu bahwasanya saya melakukan hal itu hanya untuk mengharapkan ridha-Mu. Oleh karena itu, bukakanlah suatu celah lubang untuk kami!' Akhirnya Allah Subhanahu wata’ala  membukakah sedikit celah lubang lagi untuk mereka bertiga. Seorang lagi berdiri dan berkata, "Ya Allah ya Tuhanku, dulu saya pernah menyuruh seseorang untuk mengerjakan sawah saya dengan cara bagi hasil. Ketika ia telah menyelesaikan pekerjaannya, ia pun berkata, 'Berikanlah hak saya kepada saya!' Namun saya tidak dapat memberikan kepadanya haknya tersebut hingga ia merasa sangat jengkel. Setelah itu, saya pun menanami sawah saya sendiri hingga hasilnya dapat saya kumpulkan untuk membeli beberapa ekor sapi dan menggaji beberapa penggembalanya. Selang berapa lama kemudian, orang yang haknya dahulu tidak saya berikan datang kepada saya dan berkata, "Takutlah kamu kepada Allah dan janganlah berbuat zhalim terhadap hak orang lain!" Lalu saya berkata kepada orang tersebut, "Pergilah ke beberapa ekor sapi beserta para penggembalanya itu dan ambillah semuanya untukmu!" Orang tersebut menjawab, "Takutlah kepada Allah dan janganlah kamu mengolok-olok saya!" Kemudian saya katakan lagi kepadanya, "Sungguh saya tidak bermaksud mengolok-olokmu. Oleh karena itu, ambillah semua sapi itu beserta para pengggembalanya untukmu!" Akhirnya orang tersebut memahaminya dan membawa pergi semua sapi itu. Ya Allah, sesungguhnya Engkau telah mengetahui bahwa apa yang telah saya lakukan dahulu adalah hanya untuk mencari ridha-Mu. Oleh karena itu, bukalah bagian pintu goa yang belum terbuka!" Akhirnya Allah pun membukakan sisanya, hingga mereka dapat keluar dari dalam goa yang tertutup oleh batu besar tersebut. {Muslim 8/89-90 (1884)}- (HR Muslim  2743 kitab Ar-Riqoq, dan Bukhori 3465, kitab : Ahaadiitsul An-biyaa)

Adapun tawassul yang dilarang yaitu (seperti) berdo'a kepada orang yang telah mati dan mencari kebutuhan dari mereka (orang-orang yang telah mati) sebagaimana apa yang sedang terjadi (fakta) pada saat ini. Ini hukumnya adalah syirik akbar

Berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala  :
وَلاَ تَدْعُ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ الظَّالِمِينَ
"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at dan tidak (pula) memberi mudlarat kepada selain Allah, sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk arang-orang yang zalim (yaitu orang-orang musyrik)." (QS. Yunus : 106)

Adapun tawassul dengan kemuliaan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam, seperti ucapan : "Wahai Rabbku dengan kemuliaan Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam  berilah aku kesembuhan", maka ini dihukumi bid'ah, karena para sahabat (Nabi), tidak pernah ada yang melakukan hal seperti itu, (malah ketika itu) Umar bin Khoththob radhiyallahu anhu bertawasul dengan sahabat Al-Abbas radhiyallahu anhu (paman Nabi) yang ketika itu masih hidup dengan meminta beliau (Al-Abbas) untuk berdo'a dan tidaklah Umar bin Khoththob radhiyallahu anhu bertawasul dengan Nabi setelah wafatnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam .

Tawassul semacam ini (tawassul dengan kemuliaan Nabi) kadang-­kadang mengantarkan kepada kesyirikan, yang mana hal itu bisa terjadi manakala adanya keyakinan bahwa Allah itu membutuhkan perantara manusia (sebagaimana halnya kita, ketika ingin menemui) seorang raja atau hakim (maka kita harus melewati perantara aparat bawahannya, tidak secara langsung). Dengan demikian berarti menyamakan Al-­Khaliq (Allah) dengan makhluk (raja atau hakim).

Penjelasan :

Pengertian tawassul secara syar'iy ialah menjadikan sesuatu sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wata’ala .

Adalah Syaikh Nashiruddin Al-Albaniy, dalam kitabnya "At­-Tawassul Anwa'uhu wa Ahkamuhu" cetakan : IV, Al-Maktabah Al-Islamiy, hal: 46. Beliau mengatakan :

"Maka dari penjelasan terdahulu kamu akan mengetahui bahwa Tawassul yang disyariatkan yang telah ditunjukkan oleh nash-nash Al-­Qur'an dan As-Sunnah, dan juga telah diterapkan oleh generasi As-Salaf Ash-Sholeh serta telah disepakati oleh kaum muslimin ialah :

                     i.            Tawassul dengan     nama dari nama-nama Allah Tabaraka wa Ta'ala atau dengan sifat dari sifat-sifat-Nya.

                   ii.            Tawassul dengan amal sholeh yang telah dilakukan oleh orang yang bertawassul.

                 iii.            Tawassul dengan do'a seseorang yang sholeh (yang masih hidup).

Adapun selain dari ketiga tawassul diatas, maka diperselisihkan oleh para ulama. Dan pendapat yang saya pegangi serta saya yakini adalah (selain dari tiga tawassul diatas) maka hukumnya tidak boleh dan tidak disyari'atkan karena tidak dilandasi dalil serta disokong dengan hujjah.. ..".


29.Apakah doa itu memerlukan perantaraan makhluk?

Jawaban : Doa tidak memerlukan perantara.

Berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala :
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ
Artinya: Jika hambaku bertanya kepadamu tentang Aku sesungguhnya Aku dekat, aku mengabulkan doa orang yang berdoa jika berdoa kepadaKu. (QS Al-Baqarah:186)

Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ
Artinya: Sesungguhnya engkau berdoa kepada Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia bersama kalian. [HR Muslim 8/73 (1902)]

Yang dimaksud "Dia bersama kalian" ialah Allah selalu mengetahui dan mengawasi kalian.


30.Apakah boleh kita meminta do’anya orang yang masih hidup?

Jawaban: Kita boleh meminta do’anya orang yang masih hidup, dan bukan kepada orang yang sudah mati.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman dengan mengarahkan (firman-Nya) kepada Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam  yang ketika itu masih hidup :
وَاسْتَغْفِرْ لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
Artinya: Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. (QS Muhammad:19)

Dalam sebuah hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi:
اَنَّ رَجُلاً ضَرِنْرَ اْلبَصَرِ اَتَى النَّبِيَّ فَقَالَ اُدْعُ اللّٰه اَنْ يُعَا فِيَنْ ...
Artinya: Bahwasanya ada seorang laki-laki yang buta matanya telah datang kepada Nabi, kemudian mengatakan, ‘Berdo’alah kepada Allah agar Dia menyembuhkan aku...’  [HR Tirmidzi]

31.Apa perantaraan yang diperankan Rasul?

Jawaban : Perantaraan yang diperankan Rasul adalah menyampaikan risalah.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman:
يَا أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ
Artinya: Wahai Rasul sampaikan apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu. (QS Al-Maidah:67)

Bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
اللَّهُمَّ اشْهَدْ اللَّهُمَّ اشْهَدْ
Artinya: “Ya Allah saksikanlah, Ya Allah saksikanlah”.

Ini  jawaban beliau atas ucapan sahabat yang berkata:
نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ
"Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan, menunaikan amanah, dan menasehati" [HR Muslim 4/39-43  (711)]


32.Dari siapa kita mencari syafa’at Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam  ?

Jawaban : Kita mencari syafaat Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam  dari Allah Subhanahu wata’ala.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman: 
قُل لِّلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا
Artinya: Katakanlah hanya milik Allah Subhanahu wata’ala lah seluruh syafa’at. (QS Az-Zumar:44)

Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  mengajari salah seorang sahabatnya dengan sebuah doa:
اَللَّهُمَّ شَفَّعْهُ فِيَّ
Artinya: Ya Allah, jadikanlah dia [Rasul] pemberi syafa’at untukku. [HR Tirmidzi]

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda:
وَإِنِّي اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
“Sesungguhnya aku menyimpan sebuah doa untuk memberikan syafaat bagi umatku pada hari kiamat. Syafa'at tersebut insya Allah akan sampai kepada ummatku yang mati tanpa menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun'" [Muslim 1/131 (95)]


33.Apakah boleh kita meminta syafaat orang-orang yang masih hidup dalam urusan dunia?

Jawaban: Boleh. (syafa’at disini maksudnya adalah pertolongan)

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman:
فَقَاتِلْ فِي سَبِيلِ اللّهِ لاَ تُكَلَّفُ إِلاَّ نَفْسَكَ وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَسَى اللّهُ أَن يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ وَاللّهُ أَشَدُّ بَأْسًا وَأَشَدُّ تَنكِيلاً
Artinya: Barangsiapa yang memberikan syafa'at yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan barang siapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian (dosa) dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS An Nisaa:85)

Syafa'at yang baik ialah: setiap sya'faat yang ditujukan untuk melindungi hak seorang muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda:
اشْفَعُوا تُؤْجَرُوا
“Berilah syafaat, niscaya kalian akan diberi pahala.” [HR Abu Dawud 5132, An-Nasaa'i (2557).]

Penjelasan mengenai syafa'at.

Ø  Definisi.

Syafa'at secara bahasa : menggenapkan sesuatu yang ganjil.
Syafa'at secara istilah : menjadikan orang lain sebagai penolong untuk mendatangkan manfa'at dan menolak bahaya dengan izin Allah, hal ini terjadi terutama pada hari Qiyamat.

Ø  Syarat terjadinya syafaat.

Tidaklah Allah Subhanahu wata’ala  mengizinkan terjadinya syafa'at melainkan dengan terpenuhinya dua syarat :

1. Izinnya Allah Subhanahu wata’ala  kepada seseorang yang hendak menyampaikan syafa'at.
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala  :
مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tiada yang dapat memberi syafa 'at disisi Allah tanpa izin-Nya." (QS. Al-Baqarah : 255)

Lihat juga QS:       - Thoha : 109
- Saba : 23
- An-Najm : 26

Bersabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam  (dalam hadits yang panjang tentang syafa'at) :
فَلَ سْتَأْذِنُ عَلَى رَبِّيْ فَيُؤْذَنُ لِيْ وَيُلْهِمُنِيْ مَحَامِدَ أَحْمَدُهُ بِهَا لَا تَحْضُرُ نِيْ اَلأَنَ فَأَحْمَدُهُ بِتِلْكَ الْمَحَامِدِ ثُمَّ أَخِرُّ لَهُ سَاجِدًا فَيُقَالُ لِي يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ وَقُلْ يُسْمَعْ لَكَ وَسَلْ تُعْطَهْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ
“ ...kemudian aku meminta izin kepada Robbku lalu Dia mengizinkanku dan Dia mengilhamkan kepadaku beberapa pujian yang aku hams mengucapkannya yang tidak akan disampaikannya kepadaku sekarang ini (di dunia ini) lalu aku memuji-Nya dengan pujian-pujian itu dan aku tersungkur jatuh bersujud kepada-Nya. Kemudian dikatakan : Hai Muhammad angkatlah kepalamu, katakanlah niscaya akan didengar, mintalah niscaya akan diberi dan berilah syafa'at niscaya akan diperkenankan." (Hadits riwayat Bukhori: 9/179,180. Muslim: 1/180, 181).

Ø    Ridlo Allah terhadap orang yang akan diberi syafa'at. Yaitu dari kalangan ahli Tauhid.

Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala :
وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى
“Dan mereka (para Malalkat) tiada memberi syafa'at melainkan kepada orang yang diridloi Allah. " (QS. Al-Anbiyaa : 28).

Lihat juga QS :      -Al-Mu'min : 18.
-Al-Muddatstsir : 48.

Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  (dari Abu Hurairoh) :
لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّي اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
"Bagi setiap nabi memiliki do'a yang dikabulkan, maka setiap nabi itu menyerahkan do’anya itu, sedangkan aku menyimpannya (menundanya) sebagai syafa'at untuk umatku pada hari Qiyamat. Maka syafa'at itu akan diperoleh (bagi) siapa yang mati dari umatku yang dia tidak menyekutukan Allah dengan suatu apapun (ahli Tauhid)." (Hadits riwayat Muslim: 1/189).

Syafa'at yang ada pada hari Qiyamat bermacam-macam bentuknya, untuk lebih mendapatkan keterangan detailnya silahkan baca dibeberapa kitab Tauhid yang disusun oleh para ulama yang bermanhaj Salaf. Dan perlu dikelahui bahwa yang akan diperkenankan Allah untuk menyampaikan syafa'at ialah : Para nabi, para malaikat dan orang-orang beriman sebagaimana potongan hadits dari Abu Sa'id Al-Khudriy, bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  :

فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَفَعَتْ الْمَلَائِكَةُ وَشَفَعَ النَّبِيُّونَ وَشَفَعَ الْمُؤْمِنُونَ وَلَمْ يَبْقَ إِلَّا أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ فَيَقْبِضُ قَبْضَةً مِنْ النَّارِ فَيُخْرِجُ مِنْهَا قَوْمًا لَمْ يَعْمَلُوا خَيْرًا قَطُّ قَدْ عَادُوا حُمَمًا
“Maka Allah Subhanahu wata’ala  berfirman : Para malaikat memberikan syafa'at begitu pula para nabi dan orang-orang yang beriman dan tidak tersisa lagi melainkan (Allah) Yang Maha Penyayang kemudian Dia menggenggam dengan satu genggaman dari neraka, maka Dia mengeluarkan darinya satu kaum yang tidak pemah berbuat baik sama sekali, (melainkan hanya bertauhid yang murni) sungguh mereka dalam keadaan telah hangus." (Hadits riwayat Bukhori : 7439, Muslim: 183,302).


34.Apakah boleh kita menambah (secara berlebihan) dalam memuji Rasulullah?

Jawaban : Kita tidak berlebih-lebihan dalam memuji Rasulullah.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku (QS Al-Kahfi: 110)

Dan bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
Artinya: Janganlah kalian memuji-mujiku secara berlebihan sebagaimana yang telah diperbuat oleh orang-orang Nashrani terhadap Isa putra Maryam, karena sesungguhnya aku ini hanyalah seorang hamba, maka katakanlah ‘Dia hamba Allah dan RasulNya’. [HR Bukhari]

AI-Ithro' ialah : memuji dan menyanjung secara berlebihan.

Penjelasan :

Adapun hikmah dari larangan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  kepada umatnya agar tidak melakukan "Al-Ithro" terhadap diri beliau adalah sebagai saddudz dzari'ah (tindakan preventif) agar tidak terjerumus kepada kesyirikan disebabkan mengkultuskan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  sampai pada taraf kedudukan Rubbubiyyah dan Uluhiyyah yang mana ini merupakan kedudukan yang khusus bagi Allah Subhanahu wata’ala  semata, dengan berawal dari Al-­Ithro' terhadap beliau.

Cukuplah sebagai pelajaran dan pengalaman pahit yang tidak boleh terulang adalah tindakan "Al-Ithro'" yang dilakukan oleh orang-orang Nashroni ternadap Isa bin Maryam alaihissalam yang mengantarkan mereka kepada kesyirikan dan kesesatan dengan menuhankan Isa bin Maryam alaihissalam. Wallahu a'lam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar