PASAL VII
TAWASSUL DAN MENCARI SYAFA’AT
28.Dengan apa kita
bertawassul kepada Allah Subhanahu wata'ala?
Jawaban : Tawassul itu ada yang boleh (disyariatkan) dan ada yang
dilarang.
Adapun Tawassul yang disyari’atkan yaitu:
a. Tawassul dengan nama-nama-Nya dan
sifat-sifat-Nya.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَلِلّهِ الأَسْمَاء الْحُسْنَى
فَادْعُوهُ بِهَا
Artinya: Hanya milik Allah
asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu (QS AL-A’raaf:180).
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
أسألك
بكل اسم هو لك سميت به نفسك
Artinya: Aku mohon
kepadaMu dengan segala nama kepunyaan Mu, dan Engkau beri nama dengannya akan
Dzat-Mu.. [HR Ahmad]
b. Tawassul dengan amal sholeh.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
اتَّقُواْ اللّهَ وَابْتَغُواْ إِلَيهِ الْوَسِيلَةَ
Artinya: Hai orang-orang
yang beriman bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk
mendekatkan diri kepada-Nya. (QS Al Maidah
35).
Sebagaimana yang disebutkan oleh lbnu Katsir dengan
menukil perkataan Qotadah bahwa yang dimaksud dengan : (وَابْتَغُواْ إِلَيهِ
الْوَسِيلَةَ) pada ayat
tersebut ialah :
“Dekatkanlah dirimu kepada Allah dengan
melakukan ketaatan dan beramal dengan apa yang diridlai-Nya.”
Dan bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam kepada seorang sahabat yang meminta kepada
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam supaya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdo'a agar dirinya kelak diakherat menjadi
penduduk Sorga dan menjadi teman beliau didalamnya :
فَأَعِنِّي عَلَى نَفْسِكَ بِكَثْرَةِ السُّجُودِ
“Bantulah aku atas dirimu dengan memperbanyak
sujud." (HR Muslim
2/51-52 (299), Abu Dawud 1320)
Yang dimaksud dengan memperbanyak sujud ialah
memperbanyak sholat, sedangkan sholat itu termasuk dari amal sholeh.
Dan boleh juga tawassul dengan kecintaan kita dan dengan
kecintaan Allah kepada Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam dan kepada para kekasihnya (yang termaktub
dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah).
(Dan sebagai dalil yang lain tentang bolehnya bertawasul
dengan amal sholeh) adalah sebagaimana kisah tiga orang laki-Iaki yang
terperangkap di dalam gua (karena ketika mereka telah berada didalam gua.
tiba-tiba saja sebongkah batu besar menggelinding, kemudian berhenti tepat
hingga menutupi pintu goa dan mereka tidak bisa keluar). Akhirnya mereka
bertawasul dengan amal sholeh mereka masing-masing, lalu Allah Subhanahu
wata’ala menyelamatkan mereka
(dengan menggeser batu besar itu sedikit demi sedikit).
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ بَيْنَمَا ثَلَاثَةُ نَفَرٍ يَتَمَشَّوْنَ أَخَذَهُمْ
الْمَطَرُ فَأَوَوْا إِلَى غَارٍ فِي جَبَلٍ فَانْحَطَّتْ عَلَى فَمِ غَارِهِمْ
صَخْرَةٌ مِنْ الْجَبَلِ فَانْطَبَقَتْ عَلَيْهِمْ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ
انْظُرُوا أَعْمَالًا عَمِلْتُمُوهَا صَالِحَةً لِلَّهِ فَادْعُوا اللَّهَ
تَعَالَى بِهَا لَعَلَّ اللَّهَ يَفْرُجُهَا عَنْكُمْ فَقَالَ أَحَدُهُمْ
اللَّهُمَّ إِنَّهُ كَانَ لِي وَالِدَانِ شَيْخَانِ كَبِيرَانِ وَامْرَأَتِي وَلِي
صِبْيَةٌ صِغَارٌ أَرْعَى عَلَيْهِمْ فَإِذَا أَرَحْتُ عَلَيْهِمْ حَلَبْتُ
فَبَدَأْتُ بِوَالِدَيَّ فَسَقَيْتُهُمَا قَبْلَ بَنِيَّ وَأَنَّهُ نَأَى بِي
ذَاتَ يَوْمٍ الشَّجَرُ فَلَمْ آتِ حَتَّى أَمْسَيْتُ فَوَجَدْتُهُمَا قَدْ نَامَا
فَحَلَبْتُ كَمَا كُنْتُ أَحْلُبُ فَجِئْتُ بِالْحِلَابِ فَقُمْتُ عِنْدَ
رُءُوسِهِمَا أَكْرَهُ أَنْ أُوقِظَهُمَا مِنْ نَوْمِهِمَا وَأَكْرَهُ أَنْ
أَسْقِيَ الصِّبْيَةَ قَبْلَهُمَا وَالصِّبْيَةُ يَتَضَاغَوْنَ عِنْدَ قَدَمَيَّ
فَلَمْ يَزَلْ ذَلِكَ دَأْبِي وَدَأْبَهُمْ حَتَّى طَلَعَ الْفَجْرُ فَإِنْ كُنْتَ
تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ لَنَا مِنْهَا
فُرْجَةً نَرَى مِنْهَا السَّمَاءَ فَفَرَجَ اللَّهُ مِنْهَا فُرْجَةً فَرَأَوْا
مِنْهَا السَّمَاءَ وَقَالَ الْآخَرُ اللَّهُمَّ إِنَّهُ كَانَتْ لِيَ ابْنَةُ
عَمٍّ أَحْبَبْتُهَا كَأَشَدِّ مَا يُحِبُّ الرِّجَالُ النِّسَاءَ وَطَلَبْتُ
إِلَيْهَا نَفْسَهَا فَأَبَتْ حَتَّى آتِيَهَا بِمِائَةِ دِينَارٍ فَتَعِبْتُ
حَتَّى جَمَعْتُ مِائَةَ دِينَارٍ فَجِئْتُهَا بِهَا فَلَمَّا وَقَعْتُ بَيْنَ
رِجْلَيْهَا قَالَتْ يَا عَبْدَ اللَّهِ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تَفْتَحْ الْخَاتَمَ
إِلَّا بِحَقِّهِ فَقُمْتُ عَنْهَا فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي فَعَلْتُ ذَلِكَ
ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ لَنَا مِنْهَا فُرْجَةً فَفَرَجَ لَهُمْ وَقَالَ
الْآخَرُ اللَّهُمَّ إِنِّي كُنْتُ اسْتَأْجَرْتُ أَجِيرًا بِفَرَقِ أَرُزٍّ
فَلَمَّا قَضَى عَمَلَهُ قَالَ أَعْطِنِي حَقِّي فَعَرَضْتُ عَلَيْهِ فَرَقَهُ
فَرَغِبَ عَنْهُ فَلَمْ أَزَلْ أَزْرَعُهُ حَتَّى جَمَعْتُ مِنْهُ بَقَرًا
وَرِعَاءَهَا فَجَاءَنِي فَقَالَ اتَّقِ اللَّهَ وَلَا تَظْلِمْنِي حَقِّي قُلْتُ
اذْهَبْ إِلَى تِلْكَ الْبَقَرِ وَرِعَائِهَا فَخُذْهَا فَقَالَ اتَّقِ اللَّهَ
وَلَا تَسْتَهْزِئْ بِي فَقُلْتُ إِنِّي لَا أَسْتَهْزِئُ بِكَ خُذْ ذَلِكَ
الْبَقَرَ وَرِعَاءَهَا فَأَخَذَهُ فَذَهَبَ بِهِ فَإِنْ كُنْتَ تَعْلَمُ أَنِّي
فَعَلْتُ ذَلِكَ ابْتِغَاءَ وَجْهِكَ فَافْرُجْ لَنَا مَا بَقِيَ فَفَرَجَ اللَّهُ
مَا بَقِيَ
Dari Abdullah bin Umar radhiyallahu anhuma dari
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam , beliau bersabda, "Ketika tiga
orang laki-laki sedang berjalan, tiba-tiba hujan turun hingga mereka berlindung
ke dalam sebuah gua yang terdapat di suatu gunung. Tanpa diduga sebelumnya, ada
sebuah batu besar jatuh menutup mulut goa dan mengurung mereka di dalamnya.
Kemudian salah seorang dari mereka berkata kepada temannya yang lain,
'Ingat-ingatlah amal shalih yang pernah kalian lakukan hanya karena mencari
ridha Allah semata. Setelah itu, berdoa dan memohonlah pertolongan kepada Allah
dengan perantaraan amal shalih tersebut, mudah-mudahan Allah akan menghilangkan
kesulitan kalian.' Tak lama kemudian salah seorang dari mereka berkata,
"Ya Allah ya Tuhanku, dulu saya mempunyai dua orang tua yang sudah lanjut
usia. Selain itu, saya juga mempunyai seorang istri dan beberapa orang anak
yang masih kecil. Saya menghidupi mereka dengan memggembalakan ternak. Apabila
pulang dari menggembala, saya pun segera memerah susu dan saya dahulukan untuk
kedua orang tua saya. Lalu saya berikan air susu tersebut kepada kedua orang
tua saya sebelum saya berikan kepada anak-anak saya. Pada suatu ketika, tempat
penggembalaan saya jauh, hingga saya pun baru pulang pada sore hari. Kemudian
saya dapati kedua orang tua saya sedang tertidur pulas. Lalu, seperti biasa,
saya segera memerah susu dan setelah itu saya membawanya ke kamar kedua orang
tua saya. Saya berdiri di dekat keduanya serta tidak membangunkan mereka dari
tidur. Akan tetapi, saya juga tidak ingin memberikan air susu tersebut kepada
anak-anak saya sebelum diminum oleh kedua orang tua saya, meskipun mereka,
anak-anak saya, telah berkerumun di telapak kaki saya untuk meminta minum karena
rasa lapar yang sangat. Keadaan tersebut saya dan anak-anak saya jalankan
dengan sepenuh hati hingga terbit fajar. Ya Allah, jika Engkau tahu bahwasanya
saya melakukan perbuatan tersebut hanya untuk mengharap ridha-Mu, maka
bukakanlah suatu celah untuk kami hingga kami dapat melihat cahaya!' Akhirnya
Allah Subhanahu wa Ta 'ala membuka celah lubang gua tersebut, berkat adanya
amal perbuatan baik tersebut, hingga mereka dapat melihat langit. Salah seorang
dari mereka berdiri sambil berkata, "Ya Allah ya Tuhanku, dulu saya
mempunyai seorang sepupu perempuan {anak perempuan paman} yang saya sukai
sebagaimana sukanya kaum laki-laki yang menggebu-gebu terhadap kaum wanita.
Pada suatu ketika saya pernah mengajaknya untuk berbuat mesum, tetapi ia
menolak hingga saya dapat memberinya uang seratus dinar. Setelah bersusah payah
mengumpulkan uang seratus dinar, akhirnya saya pun mampu memberikan uang
tersebut kepadanya. Ketika saya berada diantara kedua pahanya {telah siap untuk
menggaulinya}, tiba-tiba ia berkata, 'Hai hamba Allah, takutlah kepada Allah
dan janganlah kamu membuka cincin {menggauliku} kecuali setelah menjadi hakmu.'
Lalu saya bangkit dan meninggalkannya. Ya Allah ya Tuhanku, sesungguhnya Engkau
pun tahu bahwasanya saya melakukan hal itu hanya untuk mengharapkan ridha-Mu.
Oleh karena itu, bukakanlah suatu celah lubang untuk kami!' Akhirnya Allah Subhanahu
wata’ala membukakah sedikit celah lubang
lagi untuk mereka bertiga. Seorang lagi berdiri dan berkata, "Ya Allah ya
Tuhanku, dulu saya pernah menyuruh seseorang untuk mengerjakan sawah saya
dengan cara bagi hasil. Ketika ia telah menyelesaikan pekerjaannya, ia pun
berkata, 'Berikanlah hak saya kepada saya!' Namun saya tidak dapat memberikan
kepadanya haknya tersebut hingga ia merasa sangat jengkel. Setelah itu, saya
pun menanami sawah saya sendiri hingga hasilnya dapat saya kumpulkan untuk
membeli beberapa ekor sapi dan menggaji beberapa penggembalanya. Selang berapa
lama kemudian, orang yang haknya dahulu tidak saya berikan datang kepada saya
dan berkata, "Takutlah kamu kepada Allah dan janganlah berbuat zhalim
terhadap hak orang lain!" Lalu saya berkata kepada orang tersebut,
"Pergilah ke beberapa ekor sapi beserta para penggembalanya itu dan
ambillah semuanya untukmu!" Orang tersebut menjawab, "Takutlah kepada
Allah dan janganlah kamu mengolok-olok saya!" Kemudian saya katakan lagi
kepadanya, "Sungguh saya tidak bermaksud mengolok-olokmu. Oleh karena itu,
ambillah semua sapi itu beserta para pengggembalanya untukmu!" Akhirnya
orang tersebut memahaminya dan membawa pergi semua sapi itu. Ya Allah,
sesungguhnya Engkau telah mengetahui bahwa apa yang telah saya lakukan dahulu
adalah hanya untuk mencari ridha-Mu. Oleh karena itu, bukalah bagian pintu goa
yang belum terbuka!" Akhirnya Allah pun membukakan sisanya, hingga mereka
dapat keluar dari dalam goa yang tertutup oleh batu besar tersebut. {Muslim 8/89-90 (1884)}- (HR Muslim 2743 kitab Ar-Riqoq, dan Bukhori 3465, kitab
: Ahaadiitsul An-biyaa)
Adapun tawassul yang dilarang yaitu (seperti) berdo'a
kepada orang yang telah mati dan mencari kebutuhan dari mereka (orang-orang
yang telah mati) sebagaimana apa yang sedang terjadi (fakta) pada saat ini. Ini
hukumnya adalah syirik akbar
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala :
وَلاَ
تَدْعُ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ
فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ الظَّالِمِينَ
"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfa'at
dan tidak (pula) memberi mudlarat kepada selain Allah, sebab jika kamu berbuat
(yang demikian) itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk arang-orang
yang zalim (yaitu orang-orang musyrik)." (QS. Yunus : 106)
Adapun tawassul dengan kemuliaan Rasululloh shallallahu
‘alaihi wasallam, seperti ucapan : "Wahai Rabbku dengan kemuliaan
Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berilah aku kesembuhan", maka ini
dihukumi bid'ah, karena para sahabat (Nabi), tidak pernah ada yang melakukan
hal seperti itu, (malah ketika itu) Umar bin Khoththob radhiyallahu anhu
bertawasul dengan sahabat Al-Abbas radhiyallahu anhu (paman Nabi) yang
ketika itu masih hidup dengan meminta beliau (Al-Abbas) untuk berdo'a dan
tidaklah Umar bin Khoththob radhiyallahu anhu bertawasul dengan Nabi
setelah wafatnya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam .
Tawassul semacam ini (tawassul dengan kemuliaan Nabi)
kadang-kadang mengantarkan kepada kesyirikan, yang mana hal itu bisa terjadi
manakala adanya keyakinan bahwa Allah itu membutuhkan perantara manusia
(sebagaimana halnya kita, ketika ingin menemui) seorang raja atau hakim (maka
kita harus melewati perantara aparat bawahannya, tidak secara langsung). Dengan
demikian berarti menyamakan Al-Khaliq (Allah) dengan makhluk (raja atau
hakim).
Penjelasan :
Pengertian tawassul secara syar'iy ialah menjadikan
sesuatu sebagai perantara untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu
wata’ala .
Adalah Syaikh Nashiruddin Al-Albaniy, dalam kitabnya
"At-Tawassul Anwa'uhu wa Ahkamuhu" cetakan : IV, Al-Maktabah
Al-Islamiy, hal: 46. Beliau mengatakan :
"Maka dari penjelasan terdahulu kamu akan mengetahui
bahwa Tawassul yang disyariatkan yang telah ditunjukkan oleh nash-nash Al-Qur'an
dan As-Sunnah, dan juga telah diterapkan oleh generasi As-Salaf Ash-Sholeh
serta telah disepakati oleh kaum muslimin ialah :
i.
Tawassul dengan nama dari nama-nama Allah Tabaraka wa Ta'ala atau dengan sifat dari
sifat-sifat-Nya.
ii.
Tawassul dengan amal sholeh yang telah dilakukan oleh
orang yang bertawassul.
iii.
Tawassul dengan do'a seseorang yang sholeh (yang masih
hidup).
Adapun selain dari ketiga tawassul diatas, maka diperselisihkan
oleh para ulama. Dan pendapat yang saya pegangi serta saya yakini adalah
(selain dari tiga tawassul diatas) maka hukumnya tidak boleh dan tidak
disyari'atkan karena tidak dilandasi dalil serta disokong dengan hujjah..
..".
29.Apakah doa itu memerlukan
perantaraan makhluk?
Jawaban : Doa tidak memerlukan perantara.
Berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala :
وَإِذَا
سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ
Artinya: Jika hambaku bertanya kepadamu
tentang Aku sesungguhnya Aku dekat, aku mengabulkan doa orang yang berdoa jika
berdoa kepadaKu. (QS
Al-Baqarah:186)
Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
إِنَّكُمْ تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا وَهُوَ مَعَكُمْ
Artinya: Sesungguhnya engkau berdoa kepada
Dzat Yang Maha Mendengar lagi Maha Dekat, dan Dia bersama kalian. [HR Muslim 8/73 (1902)]
Yang dimaksud "Dia bersama kalian" ialah
Allah selalu mengetahui dan mengawasi kalian.
30.Apakah boleh
kita meminta do’anya orang yang masih hidup?
Jawaban: Kita boleh meminta do’anya orang yang masih hidup, dan
bukan kepada orang yang sudah mati.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman dengan mengarahkan (firman-Nya)
kepada Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam yang ketika itu masih hidup :
وَاسْتَغْفِرْ
لِذَنبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ
Artinya: Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan
bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. (QS Muhammad:19)
Dalam sebuah hadits yang shahih yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi:
اَنَّ رَجُلاً ضَرِنْرَ اْلبَصَرِ اَتَى النَّبِيَّ فَقَالَ
اُدْعُ اللّٰه اَنْ يُعَا فِيَنْ ...
Artinya: Bahwasanya ada seorang laki-laki
yang buta matanya telah datang kepada Nabi, kemudian mengatakan, ‘Berdo’alah
kepada Allah agar Dia menyembuhkan aku...’ [HR Tirmidzi]
31.Apa perantaraan
yang diperankan Rasul?
Jawaban : Perantaraan yang diperankan Rasul adalah menyampaikan risalah.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
يَا
أَيُّهَا الرَّسُولُ بَلِّغْ مَا أُنزِلَ إِلَيْكَ مِن رَّبِّكَ
Artinya: Wahai Rasul sampaikan apa yang
diturunkan kepadamu dari Rabbmu. (QS Al-Maidah:67)
Bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
اللَّهُمَّ اشْهَدْ اللَّهُمَّ اشْهَدْ
Artinya: “Ya Allah saksikanlah, Ya Allah
saksikanlah”.
Ini jawaban beliau atas ucapan sahabat yang berkata:
نَشْهَدُ أَنَّكَ قَدْ بَلَّغْتَ
"Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan, menunaikan
amanah, dan menasehati" [HR Muslim
4/39-43 (711)]
32.Dari siapa kita
mencari syafa’at Rasul Shallallahu ‘alaihi wasallam ?
Jawaban : Kita mencari syafaat Rasul shallallahu ‘alaihi
wasallam dari Allah Subhanahu
wata’ala.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
قُل
لِّلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا
Artinya: Katakanlah hanya milik Allah
Subhanahu wata’ala lah seluruh syafa’at. (QS Az-Zumar:44)
Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari salah seorang sahabatnya dengan
sebuah doa:
اَللَّهُمَّ شَفَّعْهُ فِيَّ
Artinya: Ya Allah, jadikanlah dia [Rasul]
pemberi syafa’at untukku. [HR Tirmidzi]
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
وَإِنِّي اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي
يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ
أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
“Sesungguhnya aku menyimpan sebuah doa untuk memberikan syafaat bagi umatku pada
hari kiamat. Syafa'at tersebut insya Allah akan sampai kepada ummatku yang mati
tanpa menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun'" [Muslim 1/131 (95)]
33.Apakah boleh
kita meminta syafaat orang-orang yang masih hidup dalam urusan dunia?
Jawaban: Boleh. (syafa’at disini maksudnya adalah pertolongan)
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
فَقَاتِلْ
فِي سَبِيلِ اللّهِ لاَ تُكَلَّفُ إِلاَّ نَفْسَكَ وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَسَى
اللّهُ أَن يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ وَاللّهُ أَشَدُّ بَأْسًا
وَأَشَدُّ تَنكِيلاً
Artinya: Barangsiapa yang memberikan syafa'at
yang baik, niscaya ia akan memperoleh bahagian (pahala) dari padanya. dan
barang siapa memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bagian (dosa)
dari padanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS An Nisaa:85)
Syafa'at yang baik ialah: setiap sya'faat yang ditujukan untuk melindungi
hak seorang muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan.
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
اشْفَعُوا تُؤْجَرُوا
“Berilah syafaat, niscaya kalian
akan diberi pahala.” [HR Abu Dawud
5132, An-Nasaa'i (2557).]
Penjelasan mengenai syafa'at.
Ø Definisi.
Syafa'at secara bahasa : menggenapkan sesuatu yang ganjil.
Syafa'at secara istilah : menjadikan orang lain sebagai penolong untuk
mendatangkan manfa'at dan menolak bahaya dengan izin Allah, hal ini terjadi
terutama pada hari Qiyamat.
Ø Syarat terjadinya syafaat.
Tidaklah Allah Subhanahu wata’ala mengizinkan terjadinya syafa'at melainkan
dengan terpenuhinya dua syarat :
1. Izinnya Allah Subhanahu wata’ala kepada seseorang yang hendak menyampaikan
syafa'at.
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala :
مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ
إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tiada yang dapat memberi syafa 'at disisi Allah tanpa
izin-Nya." (QS. Al-Baqarah
: 255)
Lihat juga QS: -
Thoha : 109
- Saba : 23
- An-Najm : 26
Bersabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam (dalam hadits yang panjang tentang syafa'at) :
فَلَ سْتَأْذِنُ عَلَى رَبِّيْ
فَيُؤْذَنُ لِيْ وَيُلْهِمُنِيْ مَحَامِدَ أَحْمَدُهُ بِهَا لَا تَحْضُرُ نِيْ
اَلأَنَ فَأَحْمَدُهُ بِتِلْكَ
الْمَحَامِدِ ثُمَّ أَخِرُّ لَهُ سَاجِدًا فَيُقَالُ لِي يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ
رَأْسَكَ وَقُلْ يُسْمَعْ لَكَ وَسَلْ تُعْطَهْ وَاشْفَعْ تُشَفَّعْ
“ ...kemudian aku meminta izin kepada Robbku lalu Dia
mengizinkanku dan Dia mengilhamkan kepadaku beberapa pujian yang aku hams
mengucapkannya yang tidak akan disampaikannya kepadaku sekarang ini (di dunia
ini) lalu aku memuji-Nya dengan pujian-pujian itu dan aku tersungkur jatuh bersujud
kepada-Nya. Kemudian dikatakan : Hai Muhammad angkatlah kepalamu, katakanlah
niscaya akan didengar, mintalah niscaya akan diberi dan berilah syafa'at
niscaya akan diperkenankan." (Hadits riwayat Bukhori: 9/179,180. Muslim: 1/180, 181).
Ø Ridlo Allah terhadap orang yang akan
diberi syafa'at. Yaitu dari kalangan ahli Tauhid.
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala :
وَلَا يَشْفَعُونَ
إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى
“Dan mereka (para Malalkat) tiada memberi syafa'at
melainkan kepada orang yang diridloi Allah. " (QS. Al-Anbiyaa : 28).
Lihat juga QS : -Al-Mu'min
: 18.
-Al-Muddatstsir : 48.
Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (dari Abu Hurairoh) :
لِكُلِّ نَبِيٍّ
دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّي
اخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً لِأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَهِيَ نَائِلَةٌ
إِنْ شَاءَ اللَّهُ مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لَا يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا
"Bagi setiap nabi memiliki do'a yang dikabulkan,
maka setiap nabi itu menyerahkan do’anya itu, sedangkan aku menyimpannya
(menundanya) sebagai syafa'at untuk umatku pada hari Qiyamat. Maka syafa'at itu
akan diperoleh (bagi) siapa yang mati dari umatku yang dia tidak menyekutukan Allah
dengan suatu apapun (ahli Tauhid)." (Hadits riwayat Muslim: 1/189).
Syafa'at yang ada pada hari Qiyamat bermacam-macam
bentuknya, untuk lebih mendapatkan keterangan detailnya silahkan baca
dibeberapa kitab Tauhid yang disusun oleh para ulama yang bermanhaj Salaf. Dan
perlu dikelahui bahwa yang akan diperkenankan Allah untuk menyampaikan syafa'at
ialah : Para nabi, para malaikat dan orang-orang beriman sebagaimana potongan
hadits dari Abu Sa'id Al-Khudriy, bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
:
فَيَقُولُ
اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ شَفَعَتْ الْمَلَائِكَةُ وَشَفَعَ النَّبِيُّونَ وَشَفَعَ
الْمُؤْمِنُونَ وَلَمْ يَبْقَ إِلَّا أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ فَيَقْبِضُ قَبْضَةً
مِنْ النَّارِ فَيُخْرِجُ مِنْهَا قَوْمًا لَمْ يَعْمَلُوا خَيْرًا قَطُّ قَدْ
عَادُوا حُمَمًا
“Maka Allah Subhanahu wata’ala berfirman : Para malaikat memberikan syafa'at
begitu pula para nabi dan orang-orang yang beriman dan tidak tersisa lagi
melainkan (Allah) Yang Maha Penyayang kemudian Dia menggenggam dengan satu
genggaman dari neraka, maka Dia mengeluarkan darinya satu kaum yang tidak pemah
berbuat baik sama sekali, (melainkan hanya bertauhid yang murni) sungguh mereka
dalam keadaan telah hangus." (Hadits riwayat Bukhori : 7439, Muslim: 183,302).
34.Apakah boleh kita
menambah (secara berlebihan) dalam memuji Rasulullah?
Jawaban : Kita tidak berlebih-lebihan dalam memuji Rasulullah.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
قُلْ
إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِّثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ
وَاحِدٌ
Artinya: Katakanlah: Sesungguhnya Aku Ini
manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku (QS Al-Kahfi: 110)
Dan bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
لَا
تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ
فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ
Artinya: Janganlah kalian memuji-mujiku
secara berlebihan sebagaimana yang telah diperbuat oleh orang-orang Nashrani
terhadap Isa putra Maryam, karena sesungguhnya aku ini hanyalah seorang hamba,
maka katakanlah ‘Dia hamba Allah dan RasulNya’. [HR Bukhari]
AI-Ithro' ialah : memuji dan menyanjung secara berlebihan.
Penjelasan :
Adapun hikmah dari larangan Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam kepada umatnya agar tidak
melakukan "Al-Ithro" terhadap diri beliau adalah sebagai saddudz
dzari'ah (tindakan preventif) agar tidak terjerumus kepada kesyirikan
disebabkan mengkultuskan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sampai pada taraf kedudukan Rubbubiyyah dan
Uluhiyyah yang mana ini merupakan kedudukan yang khusus bagi Allah Subhanahu
wata’ala semata, dengan berawal dari
Al-Ithro' terhadap beliau.
Cukuplah sebagai pelajaran dan pengalaman pahit yang
tidak boleh terulang adalah tindakan "Al-Ithro'" yang dilakukan oleh
orang-orang Nashroni ternadap Isa bin Maryam alaihissalam yang mengantarkan
mereka kepada kesyirikan dan kesesatan dengan menuhankan Isa bin Maryam alaihissalam.
Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar