Sabtu, 04 Februari 2017

Syarh Khudz Aqiidatak min Al-Kitab wa As-Sunnah Ash-Shohiihah 5

PASAL   V
CONTOH-CONTOH SYIRIK AKBAR

       
17.Apakah boleh kita minta bantuan (istighosah) kepada orang-orang yang telah mati atau kepada makhluk-makhluk yang ghaib?

Jawaban : Kita tidak boleh beristighotsah / minta bantuan kepada mereka.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman :  
وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِن دُونِ اللّهِ لاَ يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ أَمْواتٌ غَيْرُ أَحْيَاء وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ
Artinya: “Dan berhala-berhala yang mereka seru selain Allah, tidak dapat membuat sesuatu apapun, sedang berhala-berhala itu (sendiri) dibuat orang. (Berhala-berhala itu) benda mati tidak hidup, dan berhala-berhala tidak mengetahui bilakah penyembah-penyembahnya akan dibangkitkan”. (QS An-Nahl: 20-21)

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ
Artinya: “(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan (istighosah) kepada Tuhanmu, lalu diperkenankan-Nya”. (QS Al-Anfaal:9)

كان إذا أصابه هم أو غم قال : يا حي يا قيوم برحمتك أستغيث
Adalah Nabi shallallahu'alaihi wasallam Jika terkena kesusahan dan kesedihan beliau berdoa : wahai Dzat Yang Maha Hidup, Wahai Dzat Yang Mengurusi MakhluqNya dengan rahmatMu aku beristighotsah. [Hadits hasan, diriwayatkan oleh At-Tirmidzi]

Penjelasan :

Termasuk juga dikatakan makhluk-makhluk yang ghaib disini ialah manusia yang masih hidup namun tidak hadir ditempat, tidak mendengar, dan tidak memiliki kemampuan untuk menghilangkan bahaya. wallahu a 'lam.

18.Apakah boleh beristi’anah (minta tolong) kepada selain Allah Subhanahu wata’ala

Jawaban : Tidak boleh minta pertolongan kecuali kepada Allah Subhanahu wata'ala. 

Dalilnya firman Allah Subhanahu wata’ala :
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Artinya: “Hanya kepadaMu lah kami menyembah dan hanya kepadaMu lah kami memohon pertolongan”. (QS Al-Fatihah:5)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
 [إذا سألت فاسأل الله وإذا استعنت فاستعن بالله] رواه الترمذي وقال حديث حسن.
Artinya: Jika engkau meminta maka mintalah kepada Allah dan jika engkau memohon tolong maka mohon tolonglah kepada Allah. [Hadits hasan shahih, diriwayatkan oleh At- Tirmidzi]

       
19.Apakah kita boleh beristi’anah (minta tolong) kepada yang hidup dan  hadir?

Jawaban : Ya boleh, dalam perkara apa yang mereka mampu melakukan.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman :  
وَتَعَاوَنُواْ عَلَى الْبرِّ وَالتَّقْوَى
Artinya: “Tolong menolonglah dalam masalah kebajikan dan taqwa dan jangan tolong menolong dalam masalah dosa dan permusuhan. (QS Al-Maidah:2)

Dan bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ
Artinya: Allah Subhanahu wata'ala senantiasa menolong seorang hamba, selama hamba tadi dalam menolong saudaranya. [HR Muslim 8/71 (1897)]

       
20.Apakah boleh nadzar untuk selain Allah Subhanahu wata'ala?

Jawaban : Tidak boleh nadzar kecuali hanya untuk Allah Subhanahu wata’ala .

Berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala :
رَبِّ إِنِّي نَذَرْتُ لَكَ مَا فِي بَطْنِي مُحَرَّرًا
Artinya: "(lngatlah, ketika isteri Imran berkata) : “Wahai Rabbku sungguh aku bernadzar untukMu apa yang ada dalam perutku sebagai orang yang bebas [untuk berkhidmah di Masjid Al-Aqsho] maka terimalah dariku”. (QS Ali Imran:35)

Dan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam :

من نذر أن يطيع الله فليطعه ومن نذر أن يعصيه الله فلا يعصه
Artinya: Siapa yang bernadzar untuk taat kepada Allah Subhanahu wata’ala hendaklah ia mentaatinya (tunaikan nadzarnya] barang siapa bernadzar untuk maksiat, maka janganlah ia bermaksiat kepada-Nya (batalkan nazarnya) [HR Bukhariy]


21.Apakah boleh menyembelih untuk (hewan qurban) untuk selain Allah Subhanahu wata'ala?

Jawaban : Tidak boleh, karena hal itu termasuk syirik besar. 

Dalilnya firman Allah Subhanahu wata’ala :
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: Maka sholatlah untuk Rabbmu dan berqurbanlah. (QS Al-Kautsar:2) inhar artinya menyembelihlah untuk-Nya saja.

Dan bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

وَلَعَنَ اللَّهُ مَنْ ذَبَحَ لِغَيْرِ اللَّهِ
Artinya: Allah Subhanahu wata’ala melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah Subhanahu wata'ala. [HR Muslim 6/84 (1266)]

Penjelasan.

Wajhul istidlal (segi pendalilan)nya ialah bahwa pada QS Al-Kautsar ayat 2 tersebut Allah hanya memerintahkan menyembelih hewan qurban hanya karena-Nya saja, berarti menyembelih hewan qurban selain karena Allah adalah terlarang karana telah menyimpang dari perintah-Nya tersebut.

       
22.Apakah boleh kita berthowaf disekeliling kuburan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah?

Jawaban : Tidak boleh kita berthowaf kecuali di sekeliling Ka’bah. 

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman :  
وَلْيَطَّوَّفُوا بِالْبَيْتِ الْعَتِيقِ
Artinya: Dan hendaklah mereka melakukan thowaf disekeliling rumah yang tua itu [Ka’bah]. (QS Al-Hajj:29)

Bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
مَنْ طَافَ بِالْبَيْتِ وَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَ كَعِتْقِ رَقَبَةٍ
Artinya: Barangsiapa yang thowaf di Baitulloh tujuh kali dan sholat dua roka’at,  (pahalanya) adalah seperti memerdekakan budak. [HR Ibnu Majjah 2411-3010]


23.Apa hukum melakukan sihir?

Jawaban : Sihir adalah kekufuran.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman :  
وَلَـكِنَّ الشَّيْاطِينَ كَفَرُواْ يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ
Artinya: “Dan akan tetapi syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). mereka mengajarkan sihir kepada manusia”. (QS Al-Baqarah:102)

Bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ:  الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ
Artinya: Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan, yakni : syirik, sihir….. [HR Muslim 1/64 (47)]

Penjelasan :

Redaksi selengkapnya hadits tersebut adalah sebagai berikut :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَأَكْلُ الرِّبَا وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصِنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ
Dari Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Hindarilah tujuh perkara yang mencelakakan" Beliau ditanya, "Wahai Rasulullah! Apa tujuh perkara itu?" Beliau bersabda, "(yaitu) Menyekutukan Allah, sihir, membunuh orang yang diharamkan oleh Allah kecuali terdapat alasan yang dibenarkan, memakan harta riba, makan harta anak yatim, lari dari medan perang dan menuduh zina terhadap perempuan yang baik yang menjaga kehormatan dirinya serta beriman." [HR Bukhari : Kitabul washaayaa /2766, Muslim: Kitabul Iman / 89/145 atau Muslim 1/64 (47)]

Sihir dikategorikan sebagai kekufuran dengan dalil QS. Al-Baqarah:102. (lihat kembali ayat tersebut). Pada ayat tersebut Allah menegaskan bahwa syetan-syetan itulah yang kafir pada konteks karena mereka mengajarkan manusia ilmu sihir. Bukan Nabi Sulaiman yang kafir karena mengajarkan sihir sebagaimana tuduhan orang-orang Yahudi.

Hal ini juga dibenarkan dengan kenyataan bahwa ilmu sihir ini berasal dari syetan, sehingga orang yang ingin mendapatkan ilmu tersebut harus meminta dengan berbagai cara dan mengabdikan dirinya kepada syetan itu. Jadi tidaklah berlebihan apabila sihir termasuk bentuk kesyirikan dan kekufuran kepada Allah.

Seandainya ada yang beralasan : bagaimana halnya kalau belajar ilmu sihir kepada seorang guru dari kalangan manusia, tidak langsung berguru kepada syetan ?

Kita jawab : Maka guru dari kalangan manusia tadi akan menyuruh muridnya untuk memenuhi persyaratan-persyaratan berupa ritual-ritual, persembahan-persembahan dan pengabdian-pengabdian kepada maha gurunya yaitu syetan. Walhasil sama saja.

       
24.Apakah kita boleh membenarkan (perkataan/pengakuan) tukang ramal nasib dan dukun dalam masalah ilmu ghaib?

Jawaban : Kita tidak boleh membenarkannya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala :
قُل لَّا يَعْلَمُ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ
Artinya: Katakanlah tidak ada yang di langit maupun di bumi yang mengetahui tentang ghoib kecuali Allah Subhanahu wata’ala dan mereka tidak sadar kapan dibangkitkan. (QS An-Naml:65)

Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda:

 من أتى عرافاً أو كاهناً فصدقه بما يقول فقد كفر بما أنزل على محمد
Artinya: Barang siapa yang mendatangi paranormal atau dukun kemudian membenarkan apa yang dikatakannya sungguh ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad. [HR Ahmad]

Penjelasan :

Pengertian “ ‘Arraaf”

·        Berkata Imam Al-Baghawi : ‘Arraaf ialah orang yang mengaku mengetahui semisal pencurian dan yang mencurinya, atau mengetahui barang yang hilang dan menunjukkan tempat dimana barang ltu berada.

·         Berkata lbnu Taimiyyah : ‘Arraaf ialah nama lain untuk dukun, peramal nasib dengan isyarat gugusan bintang-bintang (astrolog), peramal nasib dengan menghitung kerikil dan yang semacamnya.

·         Berkata Imam Ahmad : Ilmu ramal nasib merupakan bagian dari ilmu sihir.

·         Berkata Abu As-Sa'adat : ‘Arraaf itu ialah astrolog, peramal nasib yang mengaku mengetahui ilmu ghaib, yang mana Allah merahasiakannya. (Lihat Fathul-Majid, cet. Darul Fikr. th 1992 M. hal 357·358)

Kesimpulannya : Beragam para ulama mendefinisikan makna 'araaf, namun semuanya itu tidaklah satu-sama lain saling bertentangan, namun malah saling melengkapi. (istilahnya: ikhlilaafut-tanawwu'). Jadi dari beberapa definisi yang disampaikan para ulama tersebut diatas yang mana juga masih ada definisi yang lain yang tidak disebutkan disini, maka itulah kurang lebih definisi "Arraaf'.

Imam AI-Qurthubi menjelaskan : "Bahwa yang dimaksud dengan "apa yang diturunkan kepada Muhammad" (lihat kembali teks hadits diatas) yaitu Al-Qur'an dan As-Sunnah". (lihat Fathul Majid. op.cit hal. 356)

Muncul pertanyaan : "Mengapa orang datang kepada dukun atau peramal kemudian dia membenarkan apa yang diberitakannya sampai divonis kufur kepada apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam  ?

Kita jawab : Yang demikian ini karena dukun atau peramal nasib mengaku dirinya mengetahui perkara yang ghaib padahal tidak ada yang mengetahui perkara ghaib melainkan hanya Allah saja, kalaupun Allah menunjukkannya kepada makhluk-Nya itupun hanya sebatas kepada orang yang Allah ridloi dari kalangan para Rasul.

Seperti yang Allah tegaskan dalam Al-Qur'an sural Al-Jin : 26-27.
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ
Artinya : "(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu kecuali kepada Rasul yang diridloi-Nya."

Maka apa yang dilakukan oleh dukun atau peramal nasib tersebut sungguh telah kufur dan mendustakan satu ayat saja dari Al-Qur'an maka sama dengan mengkufuri dan mendustakan semua isi Al-Qur'an dan ajaran Islam seluruhnya.

Nah, orang yang datang kepada dukun atau peramal nasib kemudian membenarkan pemberitaannya, itu sama dengan menyetujui dan meridloi kekufuran dan pendustaannya tersebut. Dengan demikian mereka semua dihukumi sama, yakni baik yang mendustakan maupun yang membenarkan pendustaannya sama-sama kufur.

       
28.Apakah ada seseorang yang mengetahui perkara yang ghaib?

Jawaban : Tidak ada satupun yang mengetahui yang ghaib kecuali Allah Subhanahu wata'ala, melainkan seseorang yang Allah tunjukkan hal itu kepadanya (tentang perkara ghaib tersebut) dari kalangan para Rasul.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman:
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَى غَيْبِهِ أَحَدًا إِلَّا مَنِ ارْتَضَى مِن رَّسُولٍ
Artinya:  (Dia adalah Rabb) yang mengetahui yang ghaib, Maka dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu kecuali kepada Rasul yang diridloi-Nya. (QS Al-Jin:26-27)

Bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

 [لا يعلم الغيب إلا الله] حسن رواه الطبراني
Artinya: Tidak ada yang mengetahui perkara yang ghaib kecuali Allah [Hadits hasan Riwayat Thabrani].


29.Apakah boleh kita mengenakan benang, tali atau kalung untuk penyembuhan (dari suatu penyakit)?.

Jawaban: Kita tidak boleh mengenakannya (kalau dengan tujuan seperti itu).

Berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala :
وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ
Artinya: Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan dia sendiri (QS Al-An’am:17).

Rasulullah bersabda: “Adapun semua ini tidaklah menambah kepadamu melainkan kehinaan. Singkirkanlah ia darimu, sesungguhnya jika kamu mati, sedangkan benda-benda itu masih berada padamu, niscaya kamu tidak akan beruntung selamanya.” [HR Hakim dan beliau menshahihkannya serta disepakati oleh Adz-Dzahabi, Ahmad juga meriwayatkan dengan sanad yang bisa diterima]

Penjelasan :

Kata wahn (kelemahan) pada teks hadits tersebut maksudnya adalah bahwa ketika seseorang itu memakai gelang dengan tujuan untuk menangkal suatu penyakit, maka dengan serta merta hati orang itu akan selalu bergantung kepada gelang itu, padahal gelang itu tidak memiliki kekuatan dan tidak memberikan manfaat serta menolak bahaya sama sekali. Jadi jelas ini suatu kelemahan. Bukannya dia bergantung kepada Allah Subhanahu wata’ala  Dzat yang Maha Kuasa lagi Maha Perkasa.

Para Ulama menyebutkan bahwa pengobatan yang diizinkan oleh syariat, adalah pengobatan yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

  1. Obat yang digunakan adalah dan sesuatu yang halal untuk dikonsumsi.

  1. Obat tersebut ada hubungan yang erat secara medis atau pengalaman dalam penyembuhan suatu penyakit. Misal :
·         Pemakaian obat merah pada luka luar.
·         Minum oskadon sebagai penawar sakit kepala.
Bukan seperti pada kasus dalam hadits diatas, apa hubungannya antara gelang dengan penyakitnya itu? Tidak ada.

  1. Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam  membolehkan pengobatan ruqyah, yaitu pengobatan dengan membacakan ayat-ayat Al-Qur'an, Asma' dan Sifat-Sifat Allah, wirid-wirid dari sunnah Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam  atau bacaan-bacaan lain yang tidak mengandung kesyirikan dan kekufuran kepada seseorang yang terkena penyakit atau terkena sihir.

Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda :
لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ
"Tidak mengapa (boleh saja) pengobatan ruqyah itu asal jangan mengandung kesyirikan." (HR Muslim 7/19 (1468), Abu Dawud no.3886, Ash-Shahihah no.1066 dari Auf bin Malik).

  1. Tidak boleh diyakini bahwa kesembuhan itu sebagai pengaruh langsung dzatiyah obat atau ruqyah sendiri, atau dengan kata lain obat atau ruqyah itulah penyembuhnya. Akan tetapi semuanya kembali bahwa kesembuhan adalah datangnya dan Allah dan seizin-Nya. adapun obat atau ruqyah hanyalah sebagai sebab semata.

Lantas apa hukum semisal kasus diatas, seseorang memakai gelang dan lain sebagainya dengan tujuan untuk penyembuhan atau menangkal datangnya suatu penyakit ?

Jawab ini diuraikan sebagai berikut: (karena sudah jelas gelang dan sebagainya itu tidak memenuhi kriteria pengobatan syar'i, khususnya dengan no. 2).

·.....Kalau gelang dan sebagainya itu diyakini hanya sebatas sebab untuk kesembuhan atau sarana penangkal dan datangnya suatu penyakit, namun tetap dia meyakini bahwa kesembuhan itu datangnya dari Allah, maka dihukumi syirik ashghor (kecil) sebab ini nanti hampir­-hampir saja hal ini menjerumuskan dia kedalam syirik akbar, dengan besar kemungkinan dia nanti melupakan bahwa kesembuhan itu datangnya dan Allah, karena sekali lagi, gelang dan sebagainya itu tidak ada kaitannya seeara medis dengan suatu penyakit.

·         Kalau gelang dan sebagainya itu secara dzatiyyah diyakini sebagai penyembuh, maka nyata sekali ini adalah syirik akbar (besar)

Bagaimana dengan fenomena yang kita saksikan dikalangan rnasyarakat kita?! Sebagai contoh ketika konon muncul issu (entah terlontar dan mulut dukun yang mana) bahwa "Nyi Roro Kidul" sedang mencari anak kecil untuk dijadikan tumbal, akhimya mereka rame-rame rnembikin gelang dari bambu kuning yang dipotong kecil-keci luntuk dikenakan kepada anak-anak mereka yang rnasih kecil, dengan keyakinan bahwa anak kecil yang memakai gelang tersebut akan selamat dari incaran Nyi Roro Kidul untuk dijadikan tumbal.

Na'udzubillahi min dzaalik, mengapa harus percaya dengan issu dusta itu?! Mengapa harus takut dengan Nyi Roro Kidul (kalau benar-benar ada)?! Dan mengapa harus berbuat seperti itu?!

Dengan penjelasan singkat dimuka mudah-mudahan bisa dijadikan pedoman untuk tidak sekali-kali melakukan kesyirikan dalam bentuk seperti ini. Justeru kesyirikanlah yang harus selalu kita waspadai dan kita takutkan dalam hidup didunia yang hanya sekali ini saja. Wallahu a'lam.


30.Apakah kita boleh mengalungkan mutiara (merjan), siput dan sejenisnya untuk menolak ‘ain?

Jawaban: Kita tidak boleh meenggantungkan benda-benda tersebut dengan tujuan itu.

Berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala :
وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ
Artinya: Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, Maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan dia sendiri (QS Al-An’am:17).

Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
من علق تميمة فقد أشرك
Artinya: “Barangsiapa yang mengalungkan tamimah (jimat-jimat) maka dia telah berbuat syirik.” [HR Ahmad]

Penjelasan :

Tamimah menurut kebiasaan orang Arab jahiliyyah adalah sejenis mutiara atau rumah siput yang sengaja digantungkan untuk menangkal penyakit 'ain. Atau segala sesuatu apapun itu kalau digantungkan dengan tujuan untuk menangkal suatu penyakit atau bala lainnya, maka bisa dihukumi seperti tamimah.

Muncul pertanyaan : Bagaimana jika yang dijadikan tamimah (yang digantung) itu adalah ayat-ayat Al-Qur'an ?

Jawab : Dalam masalah ini teIjadi perbedaan pendapat dikalangan ulama, baik dari generasi sahabat atau tabi'in. Sebagian dari mereka membolehkan dan sebagian lainnya mengharamkannya.

Namun pendapat yang rajih (kuat) ialah pendapat yang mengharamkannya (wallahu a'lam), seperti yang diungkapkan oleh syaikh Abdur-Rahman bin Hasan alu Syaikh dalam kitab Fathul Majidnya, hal. : 152 dan 153, dengan alasan :

  1. Larangan dalam hadits tentang tidak bolehnya menggantungkan tamimah adalah bersifat umum, yakni mencakup apa saja termasuk Al-Qur'an sekalipun, dan kenyataan memang tidak ada dalil yang mengkhususkannya atau mengecualikannya.

  1. "Saddudz-dzari'ah" yakni usaha preventif dengan menutup pintu rapat-rapat sesuatu yang mengantarkan pada kesyirikan, kaitannya adalah andaikan Al-Qur'an boleh dijadikan tamimah, maka dikhawatirkan orang akan mudah untuk menggunakan selain Al-Qur'an sebagai tamimah. Karena kadang-kadang akan tergoda fikirannya dengan mengatakan "Kalau Al-Qur'an boleh, kenapa sih yang lain tidak?!"

  1. Ketika Al-Qur'an boleh dijadikan tamimah, maka sangat dikhawatirkan orang akan sembarangan membawanya, kadang dibawa kekamar mandi, atau mungkin dibawa ke wc untuk buang hajat. Maka ini merupakan tindakan tidak beradab, bahkan bisa dikatakan pelecehan terhadap ayat-ayat suci Al-Qur'an. Wallahu'alam

'Ain ialah suatu gangguan terhadap badan (sakit demam dan sebagainya) yang diakibatkan oleh pandangan mata seseorang yang secara pembawaan memiliki penyakit ini.
       

31.Bagaimana hukumnya mengamalkan undang-undang yang menyelisihi agama Islam?

Jawaban : Mengamalkannya hukumnya kafur, jika dibarengi dengan i’tiqad atau keyakinan bahwa itu boleh-boleh saja (sah-sah saja) atau ada keyakinan bahwa dengan undang-undang itu adalah lebih mendatangkan maslahat.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman:
وَمَن لَّمْ يَحْكُم بِمَا أَنزَلَ اللّهُ فَأُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ
Artinya:Barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa yang telah diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir”. (QS Al-Maidah:44)

Dan bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
وَمَا لَمْ تَحْكُمْ أَئِمَّتُهُمْ بِكِتَابِ اللَّهِ وَيَتَخَيَّرُوا مِمَّا أَنْزَلَ اللَّهُ إِلَّا جَعَلَ اللَّهُ بَأْسَهُمْ بَيْنَهُمْ
Artinya: Dan tidaklah ketika pemimpin-pemimpin tidak berhukum (memutuskan) dengan Kitabullah dan tidak memilih dari apa yang Allah Subhanahu wata’ala turunkan, niscaya Allah Subhanahu wata’ala akan menimpakan bencana ketengah-tengah mereka. [HR Ibnu Majah 3262-4091, Ash-Shahihah (106)]

Penjelasan :

Berkata Al-Imam Adz-Dzahabiy ketika menempatkan dosa tidak berhukum dengan hukum selain hukum Allah pada urutan yang ke-31 dari daftar deretan Al-Kabaair (dosa-dosa besar). Kemudian beliau menjelaskan:

"Berhukum dengan selain apa yang diturunkan oleh Allah Tabaroka wa Ta'ala hukumnya bermacam-macam sesuai dengan i'tiqod dari yang berwenang unluk menjalankan dan menegakkan hukum tersebut.

Maka apabila dia berhukum dengan selain hukum Allah dengan diiringi i'tiqod bahwa hukum tersebut lebih baik dan lebih relevan dengan perkembangan zaman daripada syari'at Allah, maka dia dihukumi kafir, keluar dari agama Islam menurut kesepakatan kaum muslimin. Demikian pula orang yang berhukum dengan undang-undang buatan manusia sebagai ganti dari syari'at Allah sedangkan dia memandang bahwa hal itu adalah boleh walaupun dia mengatakan bahwa : melaksanakan hukum syari'at lebih ulama, maka dia dihukumi kaflr karena dia dianggap menghalalkan apa yang Allah haramkan.

Adapun orang yang berhukum dengan hukum selain hukum Allah, karena mengikuti hawa nafsu atau karena disuap atau karena permusuhan antara dia dengan bawahannya (rakyatnya) atau karena sebab-sebab yang lain sedangkan dia mengelahui bahwa dirinya seandainya melakukan itu adalah bermaksiyat kepada Allah dan dia meyakini bahwa yang wajib adalah berhukum dengan hukum Allah, maka dia dihukumi pelaku maksiyat dan pelaku dosa besar, dan dianggap juga melakukan kufur ashghor atau syirik ashghor (yaitu kufur dan syirik yang tidak dihukumi keluar dari Islam bagi pelakunya) sebagaimana pendapat ini dipegangi oleh lbnu 'Abbas, Thowus dan ulama-ulama As-Salaf Ash-Sholeh. (Mukhtashor Al-Kabaair. Al Imam Adz-Dzahabiy, hal : 34·35) lihat juga tafsir Ibnu Katsir, pada tafsir ayat 44 surat Al-Maidah)

      
32.Bagaimana kita menepis bisikan syetan dengan adanya pertanyaan, “Siapa yang menciptakan Allah?”

Jawaban: Apabila Syetan membisik-bisikan pertanyaan ini kepada salah seorang diantara kita, maka berlindunglah kepada Allah (membaca ta’awudz).

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman:
وَإِمَّا يَنزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Artinya: Dan jika syetan mengganggumu dengan suatu gangguan, Maka mohonlah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS Fushshilat:36)

Rasulullah telah mengajarkan kita untuk menepis segala makar / tipu daya setan, agar kita mengucapkan:

 “Aku beriman kepada Allah dan para Rasul-Nya, Allah Maha Esa, Allah tempat bergantung, tidak beranak, dan tidak diperanakan, dan tidak ada sesuatupun yang menyamai-Nya”.

Kemudian hendaklah dia meludah kesamping kirinya tiga kali dan berlindung kepada Allah dari godaan syetan dan hendaklah dia berhenti (dari mengikuti fikiran yang tercampuri pertanyaan sesat tersebut), maka yang demikian itu akan dapat mementahkan godaan tersebut.

lni merupakan ringkasan dari hadits-hadits yang shohih yang tercantum dalam kitab shohih Bukhari dan Muslim, Musnad Imam Ahmad dan Sunan Abu Dawud.

Tambahan keterangan:

Memang godaan (was-was) syaitan berupa pertanyaan "lalu siapakah yang menciptakan Allah" kerap terjadi masuk menyelinap kedalam hati seorang mu'min, dan sangat mungkin ada banyak diantara kita mengalaminya, biasanya muncul disaat menjelang usia balig atau dewasa dimana pola fikir mulai berkembang dan perasaan ingin tahu semakin besar, atau pada saat dimana seseorang mendapati gairah keimanannya sedang menanjak. Dan fakta ini juga dibenarkan baik oleh Al-Qur'an maupun Al-Hadits, seperti pada jawaban diatas. Maka Allah dan rasul-Nya memberikan solusinya dan bagaimana cara menghadapinya.

Tujuan syetan menyusupkan "pertanyaan sesat" ini jelas mereka ingin mengaburkan dan mendangkalkan aqidah seorang mu'min. "Pertanyaan-sesat" ini muncul berangkat dari logika bahwa : Kalau alam semesta seisinya itu ada karena Allah yang menciptakan lalu siapakah yang menciptakan Allah?

Ketahuilah bahwa kita sebagai makhluk Allah yang kerdil, lemah ditambah dengan akal kita yang terbatas ini hanyalah dituntut "ma'rifatulloh" (mengenal Allah) melalui nash-nash Al-Qur'an dan Al-Hadits berkisar Asma' (nama-nama) dan sifatulloh (sifat-sifat Allah) serta melalui ayat-ayat kauniyyah berupa fenome-na jagat raya seisinya yang menunjukkan ke Rubbubiyyahan Nya.

Adapun mengorek dan mengungkap Dzat Allah berikut asal muasalnya, ini adalah diluar batas kemampuan akal dan tidaklah patut bagi seorang makhluk terhadap khaliqnya : Dan cukuplah Allah telah menjelaskan tentang diri-Nya bahwa Dia adalah Al-Awwal (QS Al-Hadid:3). Dia tidak diperanakkan (QS Al-Ikhlas:3)

Ketika seseorang telah mengimani Dua Kalimat Syahadat maka diantara konsekwensinya ialah adanya ketundukan akal terhadap wahyu dari Allah. Maka disinilah keimanan itu diuji. Wahai saudaraku seiman, adakah diantara kita yang akalnya mengungguli kecerdasan akal imam Asy-Syafi'i, padahal beliau mengatakan :

"Aku beriman kepada Allah dan dengan apa yang datang dari Allah (Al-Qur'an) sesuai dengan maksud Allah. Dan aku beriman kepada Rasululloh dan dengan apa yang datang dari rasululloh (Al-Hadits) sesuai dengan maksud Rasululloh." (Ar-Risalah Al-Madaniyyah, oleh Ibnu Taimiyyah hal : 121, dinukil dan syarh lum'atil I'tiqod. oleh syaikh Ibnu Utsaimin Hal. : 36)

Ketika muncul pertanyaan "siapakah pencipta Allah", kita harus tegas menjawab, tidak ada yang menciptakan Allah, justeru Allah-lah satu-satunya Dzat Pencipta alam semesta seisinya. Dia maha Tunggal, tidak membutuhkan kepada siapapun juga. Lagipula seandainya pertanyaan itu diikuti, maka tidak akan pernah mendapatkan jawabannya, tidak akan ada titik penghabisannya. "Demi Allah tidak akan, selamanya." Kenapa demikian?

Sebab : Kalau ada yang menciptakan Allah lantas kita akan bertanya lagi siapakah yang menciptakan pencipta Allah? Kalaulah ada lantas kita bertanya lagi, Siapakah yang menciptakan pencipta-pencipta Allah? Maka ini akan terus, kelazimannya seperti itu tanpa ada batasnya....., kita akan terus bertanya-tanya lagi siapakah penciptanya? ... Siapakah penciptanya? ..

Dan pada akhimya, karena tidak ada habis-habisnya, kita akan bergeser menjadi orang mulhid yang tidak percaya adanya Tuhan (Atheisme). Naudzu billahi min dzaalik.

Jadi justeru dengan berhenti pada Allah, maka pemikiran tidak kacau dan menentramkan WAllahu'alam.


33.Apakah bahaya syirik Akbar / besar?

Jawaban : Syirik besar penyebab pelakunya kekal di neraka.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman:
إِنَّهُ مَن يُشْرِكْ بِاللّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللّهُ عَلَيهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ أَنصَارٍ
Artinya: Sesungguhnya siapa yang menyekutukan Allah Subhanahu wata’ala maka sungguh Allah Subhanahu wata’ala  telah mengharamkan atasnya sorga dan tempat tinggalnya di neraka. (QS Al-Maidah:72)

Dan bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
وَمَنْ مَاتَ يُشْرِكُ بِاللَّهِ شَيْئًا دَخَلَ النَّارَ
Artinya: Barang siapa mati dalam keadaan menyekutukan Allah Subhanahu wata’ala dengan sesuatu pasti masuk neraka. [HR Muslim 1/65-66 (52)]

Penjelasan :

Jadi barang siapa yang mati membawa dosa syirik, artinya dia belum bertaubat dari dasa syirik itu ketika hidupnya, maka di akherat tidak ada ampunan Allah bagi dia, dan akan dimasukkan kedalam neraka kekal selamanya.

       
34.Apakah amalan bermanfaat jika dibarengi dengan kesyirikan?

Jawaban : Tidak akan bermanfaat.

Berdasarkan firman Allah Subhanahu wata’ala  tentang para Nabi:
وَلَوْ أَشْرَكُواْ لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُواْ يَعْمَلُونَ
Artinya: “Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”. (QS Al-An’am:88)

Dan bersabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam  (dalam hadits qudsy):
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنْ الشِّرْكِ مَنْ عَمِلَ عَمَلًا أَشْرَكَ فِيهِ مَعِي غَيْرِي تَرَكْتُهُ وَشِرْكَهُ.
Artinya: Allah Subhanahu wata’ala berfirman: Aku adalah dzat yang paling tidak butuh terhadap sekutu.  Barang siapa yang beramal suatu amalan ia menyekutukan didalamnya selain Aku, Aku tinggalkan dia dan sekutunya. [HR Muslim 8/223 (2098)]


Tidak ada komentar:

Posting Komentar