Jumat, 03 Februari 2017

Syarh Khudz Aqiidatak min Al-Kitab wa As-Sunnah Ash-Shohiihah 4

PASAL  IV
SYIRIK AKBAR  (BESAR)


14.     Apa dosa yang paling besar menurut Allah?

Jawaban : Dosa yang paling besar adalah syirik (menyekutukan Allah).

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman:
يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya: “Wahai anakku janganlah engkau menyekutukan Allah, sesungguhnya syirik itu kezhaliman yang besar”. (QS Luqman:13)

قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَيُّ الذَّنْبِ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ قَالَ: أَنْ تَدْعُوَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ
Nabi shallallahu'alaihi wasallam ditanya tentang dosa apa yang paling besar. Beliau bersabda : Yaitu engkau menyeru kepada tandingan untuk Allah Subhanahu wata’ala sedangkan Dia yang telah menciptakan kamu. [Muttafaq ‘alaih, Muslim 1/63-64 (51)]

      
15.     Apa yang dimaksud dengan syirik akbar (syirik besar)?

Jawaban : Syirik akbar yaitu memalingkan / mempertujukkan ibadah kepada selain Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah, beristighatsah kepada orang-orang yang telah mati atau kepada orang-orang / makhluk-makhluk yang masih hidup tapi ghaib.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman:
وَاعْبُدُواْ اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun”. (QS An-Nisaa:36). 

Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
أَكْبَرُ الْكَبَائِرِ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ
Artinya: Dosa yang paling besar dari dosa-dosa besar adalah menyekutukan Allah. [HR Bukhari]

Penjelasan :

Istighatsah

1. Definisi Istighatsah ialah permintaan agar dihilangkan dari bahaya yang menimpa, sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Taimiyyah. Istighatsah merupakan salah satu dari bentuk do'a. Oleh karena itu do'a lebih umum daripada istighatsah, karena pengertian istighatsah hanyalah permintaan dihilangkan dari bahaya yang sedang menimpa, sedangkan do'a merupakan bentuk dari segala permintaan. (Lihat Fathul Majid. Syaikh Abdur-Rahman bin Hasan Alu Syalkh. Darul Fikr. hal. : 200)

2.  Macam-macam istighatsah ditinjau dari kepada siapa istighatsah itu ditujukan beserta hukum-hukumnya :

a)   Istighatsah kepada Allah Subhanahu wata’ala  Ini adalah termasuk dari bilangan amal yang paling utama dan paling sempurna, karena ini adalah termasuk kebiasaan para Rasul dan para pengikut setia mereka. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wata’ala :
إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُم بِأَلْفٍ مِّنَ الْمَلآئِكَةِ مُرْدِفِينَ
Artinya : "(lngatlah) ketika kamu memohon penolongan kepada Rabb-mu. lalu diperkenankan-Nya bagimu : Sesungguhnya Aku akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut." (Q.s. Al-Anfaal : 9)

b)    Istighatsah kepada orang mati (siapapun dia) atau kepada orang yang masih hidup tapi tidak hadir di tempat dan tidak mampu menghilangkan bahaya tersebut. karena memang diluar kesanggupan manusiawinya. Maka hukumnya adalah syirik, karena orang yang melakukannya (disadari atau tidak) berkeyakinan bahwa sesuatu yang dituju dengan istighatsahnya itu memiliki kemampuan kauniyyah (kemampuan diluar kemampuan manusiawi yang hanya Allah saja yang memilikinya) berarti ini sama dengan telah menyelewengkan Tauhid Rububiyyah kepada selain Allah.

Hal ini sebagaimana Allah Subhanahu wata’ala  berfirman :

Artinya : "Atau siapakah yang memperkenankan (do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi ? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu mengingati (Nya)" (Q.s. An­-Naml: 62)

c)     Istighatsah kepada orang yang masih hidup yang mengetahui (hadir) dan mampu untuk menghilangkan bahaya, maka hukumnva boleh sebagaimana beristi'anah (meminta tolong) kepadanya. Allah Subhanahu wata’ala  berfirman, ketika mengkisahkan Musa alaihissalam :
فَاسْتَغَاثَهُ الَّذِي مِن شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى عَلَيْهِ
Artinya: Maka orang yang dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya. lalu Musa meninjunya dan matilah musuhnya itu" (Q.s Al-Qashash : 15).

d)...Istighatsah kepada orang yang hidup yang dia tidak mampu untuk menghilangkan bahaya dengan tanpa ada keyakinan bahwa dia memiliki kemampuan kauniyyah, seperti misalnya istighatsah kepada orang yang lumpuh untuk mengalahkan musuh yang menghadang, maka ini sama saja dengan main-main dan pelecahan terhadap orang yang lumpuh tersebut, Maka dengan alasan seperti ini ataupun alasan yang lain adalah terlarang, karena boleh jadi orang lain akan terperdaya dengan menganggap orang yang lumpuh itu mempunyai kekuatan kauniyyah untuk menghilangkan bahaya, kalau sudah demikian besar kemungkinan orang itu akan terjatuh kedalam kesyirikan, karena menyeleweng dari Rububiyyah Allah Subhanahu wata’ala  . (Lihat Syarh Kasyfu Asy-Syubuhaat. Muhammad bin Utsaimin. hal 38-39, dengan sedlkit penjabaran dan penerjemah)

Bagaimanakah istighatsah yang ideal?

Tidak syak lagi sebagaimana pada penjelasan pasal III, bahwa amal ibadah akan sah dan diterima disisi Allah, manakala dilakukan dengan ikhlas dan mengikuti tuntunan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam . Istighatsah merupakan satu bentuk dari do'a, sedangkan do'a adalah ibadah.

عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ { قَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ }

Dari Nu'man bin Basyir radhiyallahu anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam  bersabda :
الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ
"Doa itu ibadah. (Riwayat Abu Dawud 1479)

Jadi istighatsah yang ideal ialah istighatsah yang sah yang disetujui oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu dengan ikhlas dan kaifiyyahnya (tata cara serta sifat-sifatnya) mengikuti tuntunan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam .

Tetapi ironisnya, ketika kita menengok kebanyakan manusia terutama dinegeri tercinta Indonesia ini, yang katanya mengatas-namakan Golongan Ahlus-Sunnah wal Jama'ah. Bagaimana mereka menerapkan istighatsah ini?! Cukup kental ditelinga kita, mereka menyebut dengan acara istighatsh kubro' atau kubroan.

Berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya (pent.) di lapangan, saya bisa menyebutkan beberapa kemungkaran atau penyelisihan mereka terhadap Sunnah Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam  yang mulia, diantaranya ialah :

·   Mulai ketika berangkat naik kendaraan dari rumah mereka sampai ke tempat tujuan (biasanya dilapangan) terjadi ikhtilat (percampur bauran antara laki-laki dan perempuan dewasa yang bukan mahram) atau dihimpun dilapangan dengan antara laki-laki dan perempuan tidak dibatasi dengan jelas dan ketat.

·       Acara dipimpin oleh seorang tokoh kyai dengan mengomandoi jama'ah untuk melafazhkan dzikir-dzikir tertentu dengan bilangan­-bilangan tertentu pula, yang tentunya penentuan ini tidak bersumber dari tuntunan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam , namum memang produk asli mereka sendiri.

·    Adanya tawassul-tawassul bid'ah seperti tawassul dengan kemuliaan para Malaikat, Roh Syeikh Abdul Qadir Jaelani, roh-­roh wali songo dan lain-lainnya, dengan tidak lupa mereka semua dijatah dengan dikirimi surat Al-Fatihah,

·         Biasanya ada pembacaan surat Yasin secara bersama-sama.

·     Kalau kita sedikit peka dan cermat, kita akan tahu bahwa tidak jarang acara kubroan itu ditumpangi oleh tujuan-tujuan tendensius, yaitu tujuan-tujuan tertentu dari tokoh-tokoh mereka atau diluar mereka, semacam tujuan politis, ekonomis atau show of power (unjuk banyaknya massa), walau mereka mengatas-namakan: "Istighatsah Kubro untuk keselamatan Bangsa", Hal ini jelas bisa ditengarai dari momen-momen yang mereka gunakan, semisal: pada saat pemilu, menjelang pergantian kepala negara, atau bisa dilihat dari tokoh-tokoh yang dihadirkan pada acara tersebut atau lebih jelas lagi kalau kita cermati isi dari pidato seorang tokoh dalam acara tersebut. Allahumma, bukannya menyelamatkan bangsa, malah justeru semakin Allah murka dan menambah musibah. Ibarat kata pepatah : "Mengelap kaca dengan serbet yang kotor", Kalau demikian terlalu berlebihanlah mereka menamakan diri mereka Golongan Ahlussunnah wal Jama'ah, malah lebih tepatnya, mereka adalah golongan Ahlul Bida'i wal Ahwaa'i.

Seharusnya mereka berkaca diri dengan cermin Al-Qur’an, Al-Hadits, Para sahabat dan sederetan pemuka-pemuka ulama Ahlus-Sunnah wal Jama'ah terdahulu,


16.Apakan kesyirikan itu masih ada di tengah-tengah umat ini?

Jawaban : Ya ! banyak dan amat di sayangkan.

Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wata’ala :
وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللّهِ إِلاَّ وَهُم مُّشْرِكُونَ
Artinya: “Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dgn sembahan-sembahan lain)”. (QS Yusuf:106) 

Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
لَا تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى تَلْحَقَ قَبَائِلُ مَنْ أُمَّتِيْ بِالْمُشْرِكِيْنَ حَتَّى تَعْبُدَ اْلأَوْثَانَ
Artinya: Tidak akan terjadi kiamat sehingga ada beberapa golongan dari umatku menyusul menjadi orang-orang musyrikin sampai mereka menyembah berhala-berhala. [Hadits Riwayat Tirmidzi]

Penjelasan :

Dengan memperhatikan nash-nash tersebut bahwa kesyirikan akan selalu ada sepanjang sejarah kehidupan manusia, Terlebih dengan kita memperhatikan fakta dilapangan masyarakat kita, mulai zaman bahuela sampai zaman kiwari yang konon katanya zaman modern, kesyirikan terus saja ada bahkan semakin marak dan menjadi-jadi, lihat saja tayangan-tayangan di televisi, di majalah-majalah, di koran-koran bahkan sampai di buku-buku paket sekolah dan dikomik-komik bacaan anak-anak syarat dengan nuansa takhayul dan kesyirikan. Jadi kesyirikan secara nash dan fakta, merupakan penyakit kronis ummat ini dan mestinya harus dijadikan musuh bersama oleh para da'i yang menyeru kepada jalan Allah dari zaman ke zaman, dari generasi ke generasi berikutnya. Dan memang itulah juga adanya inti dakwah para Rasul, yaitu seruan kepada tauhid dan memberantas bentuk-bentuk kesyirikan sampai ke akar-akamya.

Ingat firman Allah Subhanahu wata’ala  :
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ الطَّاغُوتَ
Artinya : "Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-­tiap umat (untuk menyerukan) : "Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah Thoghut." (Q.s. An-Nahl : 36)

Lucunya ketika muncul dakwah salafiyyah dinegeri kita ini, yang inti seruan dakwahnya diantaranya adalah menegakkan tauhid dan memberantas kesyirikan dengan niat ikhlas, semangat serta didukung dengan argumentasi-argumentasi yang shohih, akurat dan mantap, malah tidak sedikit ormas-ormas Islam atau harokah-harokah dakwah lain-nya menyambutnya dengan sambutan tidak bersahabat bahkan sinis, mereka melontarkan jargon-jargon, antara lain:

1.  ”Waspadalah terhadap gerakan dakwah ini, karena gerakan dakwah ini adalah gerakan dakwah Wahhabi."

2.      ”Yang dibahas cuma Tauhid, Syirik, melulu, tema itu kan sudah usang, iya dulu Rasululloh di zaman jahiliyyah, karena memang ketika itu yang beliau hadapi orang-orang musyrik Quraisy, kita sekarang hidup di zaman modem, yang kita hadapi adalah problem multi dimensional."

3.      “Dakwah kepada tauhid adalah dakwah pemecah belah umat, tidaklah kau saksikan betapa musuh-musuh islam internasional, dari kaum salibis dan zionis, sudah menapakkan kaki mereka di negara-negara kaum muslimin dan tangan mereka sudah mencengkeram dunia", mestinya kita harus menyatukan barisan untuk menghadapi mereka.

4.      ”Untuk mengembalikan kejayaan umat ini, kita harus merebut kekuasaan lewat jalur politik, baik secara kooperatif atau secara kekerasan sekalipun, dari penguasa-penguasa zalim yang tidak berhukum dengan hukum Allah, bukannya dakwah Tauhid"

Mari kita bungkam suara-suara sumbang ini agar yang haq nampak haq sebagaimana seharusnya dan yang batil tetap nampak batil, agar manusia tidak terperdaya karenanya.

Bantahan untuk jargon pertama :

Jargon ini sengaja dimunculkan oleh orang-orang yang alergi dan phobia serta menghendaki manusia agar lari dari dakwah Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab yang penuh berkah ini. Mereka dari golongan orang-orang penyembah kuburan dan abdi dalemnya para pemuka yang mereka kultuskan serta dari orang-orang yang gandrung dengan kebidahan. Sehingga tidak heran ketika gerakan Dakwah Syaikh Muhammad memberantas semuanya itu mereka merasa kebakaran jenggot dan balik memusuhi beliau dan murid-murid beliau baik secara terang-terangan maupun secara tersembunyi.

Namun apalah daya mereka tidak memiliki argumentasi dan dalil­-dalil yang kuat untuk membalasnya, mereka hanya memiliki semangat hasadnya saja. Lalu mereka membikin-bikin cerita yang berisi hujatan dan pendeskreditan pribadi dan gerakan dakwah beliau. Andai kita membaca biografi beliau berikut gerakan dakwah beliau secara jujur dan obyektif tentu akan muncul dalam benak kita sebuah pertanyaan besar, "Manakah dari ajaran dakwah beliau yang sesat, yang menyimpang dari jalan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam  dan para sahabatnya?"

Kalau demikian sejatinya, alangkah benamya ucapan seorang penyair : "Andaikan pengikut Ahmad (Muhammad) itu (dijuluki) wahabi maka aku berikrar bahwa aku adalah seorang wahabi” (Al-Firqoh An­-Naajiyyah, Muhammad bin Jamil Zainu, hal: 47 )

Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berdakwah menegakkan Tauhid dan sunnah serta memberantas kesyirikan dan bid'ah, hal mi telah dicatat dalam sejarah dengan tinta emas oleh para ulama dan pakar sejarah yang jujur dan obyektif.

Bantahan untuk jargon kedua :

Mereka adalah orang-orang yang hanya memicingkan sebelah mata saja terhadap Dakwah Salafiyyah. Dakwah Salafiyyah tidak hanya menyampaikan Tauhid saja, pun masalah-masalah yang lain yang masuk dalam cakupan Dienul Islam dikupasnya pula, seperti masalah : Fiqh, Akhlak, Muamalah, Konsultasi problematika rumah tangga dan lain sebagainya disampaikan dan dibahas pula, namun tetap yang menjadi prioritas utama adalah pengupasan masalah Tauhid dan memang ini sejalan dengan perjalanan dakwah para Rasul terdahulu dan bahkan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam  sendiri.

Dan tema tentang tauhid bukanlah tema yang telah usang, lihat kembali nash-nash yang mengatakan bahwa kesyirikan dengan berbagai corak dan ragamnya selalu ada di setiap generasi dan zaman. Apa lagi kalau kita mencermati kondisi umat dewasa ini, sungguh berbagai macam kesyirikan dan kekufuran masih banyak kita jumpai digandrungi oleh tidak sedikit umat manusia.

Padahal kesyirikan dan kekufuran merupakan dosa yang mengerikan yang mana pelakunya kalau mati dalam keadaan seperti itu, Maka Allah Subhanahu wata’ala  akan menyiksanya di Jahannam selama-lamanya, ini merupakan musibah yang terbesar yang menimpa agama seorang hamba.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman :
إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أُوْلَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam. Mereka kekal dldalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk." (QS. Al Bayyinah : 6)

Jadi kalau ada seseorang atau gerakan dakwah yang mengingatkan dan menyelamatkan umat dari kesyirikan sebagai musibah terbesar bagi agama dan akhirat mereka, ini merupakan kepedulian yang besar dan sifat Rahmat (kasih-sayang) kepada mereka. Terlebih mereka tidak mengharap imbalan jasa atau ucapan terima kasih sekalipun. Beginilah pada hakekatnya.

Akan tetapi tidak ada seorangpun yang menyadarinya melainkan hanya orang-orang yang arif dan bijaksana. Barulah mungkin mereka akan sadar diri setelah Allah memberi petunjuk kepada mereka didunia atou setelah mereka memasuki arena musibah terbesar itu diakherat kelak. Na'udzu billahi min dzaalik

Bantahan untuk jargon yang ketiga :

Justeru sebaliknya dakwah kepada Tauhid adalah dakwah yang akan mempersatukan ummat ini diatas kebenaran dan diatas kalimat yang satu. Persatuan yang hakiki adalah persatuan diatas aqidah yang satu .

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman :
وَاعْتَصِمُواْ بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ
Artinya : "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah dan janganlah kamu bercerai-berai." (QS. Ali-Imran: 103)

Perhatikan ayat tersebut, pemahaman yang dapat diambil dari ayat ini ialah :

Bahwa selama kita semuanya berpegang teguh kepada tah (agama) Allah, maka persatuan akan terwujud dan tidak akan bercerai-berai. Jadi unsur pokok yang merekat dan menyatukan umat ini ialah berpegang teguh kepada tali (agama) Allah. ltulah persatuan yang dikehendaki dan diridloi Allah, persatuan hakiki, persatuan diatas kebenaran, lain tidak Karena persatuan diatas yang lain pada hakikatnya adalah persatuan yang semu.

Sebagaimana Allah Subhanahu wata’ala  berfirman :
تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى
Artinya : "Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka berpecah-belah" (Qs Al-Hasyr : 14)

Apakah artinya jasad bersatu namun hati saling membenci dan saling memungkiri, kita lihat nanti, persatuan semacam ini pasti tidak akan bertahan lama, lambat-laun akan muncul pada hati mereka benih-benih kemunafikan, lain dibibir lain dihati. Jadi bagaimana mungkin mereka akan meraih persatuan yang utuh, sementara teorinya saja sudah keliru.

Sebenamya serangan kaum salibis dan zionis yang paling berbahaya bagi kaum muslimin, dan memang target terakhir misi mereka ialah memurtadkan kaum muslimin sehingga mengikuti agama mereka, sebagaimana hal ini Allah Subhanahu wata’ala  tegaskan :
وَلَن تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Artinya : "Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka" (Q.s. Al-Baqarah : 120)

Jadi apa penangkal yang jitu untuk mementahkan serangan mereka ini? Tiada lain yang paling pertama dan utama ialah mengokohkan dan memupuk aqidah kaum muslimin dengan aqidah yang benar. Sehingga nantinya dengan aqidah yang benar dan kokoh inilah yang akan membentengi kaum muslimin dari serangan pemurtadan, walau dengan berbagai cara sekalipun, yang kemudian dengan aqidah yang benar ini akan mengukuhkan persatuan kaum muslimin dalam front menghadapi mereka. Allah Subhanahu wata’ala  berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ لاَ يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ إِذَا اهْتَدَيْتُمْ
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu, tiadalah orang-orang sesat itu akan memberi mudlarat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk” (QS. Al-Maidah : 105)

Lain halnya manakala aqidah kaum muslimin berantakan Mudah sekah bagi musuh -musuh mereka untuk menyerang. memecah-belah mereka yang kemudian pada akhimya mengalahkan dan menghinakan mereka, walaupun kaum muslimin berusaha menghadang mereka tapi ibaratnya seperti seseorang hendak pergi ke medan tempur dalam kondisi tubuhnya terkena penyakit parah, barangkali jangankan bertemu bertempur melawan musuh, belumlah sampai dimedan perang, atau masih ditengah perjalanan menuju medan tempur, sudah mati duluan gara-gara dia tidak mampu melawan penyakit yang menggerogoti tubuhnya itu.

Cobalah anda bayangkan, bagaimana bisa dipersatukan sementara aqidah kaum muslimin satu sama lain saling bertentangan, saling berlawanan dan saling bertabrakan :

Ø  Seorang Sunni mengatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam  adalah nabi terakhir umat manusia, sementara seorang Ahmadi mengatakan bahwa Nabi terakhir umat manusia ialah Mirza Ghulam Ahmad dari India.

Ø  Seorang Sunni sangat cinta dan mengakui kekhilafahan Abu Bakr dan Umar bin Khatthab, sementara seorang Rafidhi sangat benci dan tidak mengakui kekhilafahan keduanya.

Ø  Seorang Sunni berkeyakinan bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadits sajalah sebagai petunjuk ilahi, sementara orang Shufi meyakini adanya wisk dan ilmu laduni juga sebagai petunjuk wahyu ilahi.

Ø  Satu firqoh atau jama'ah sangat mengagungkan dan bahkan mengkultuskan pemimpin mereka, begitupula firqoh yang lain, terhadap pemimpinnya juga, bahkan kerap terjadi satu sama lain saling fanatik golongan dan mengkafirkan yang lainnya.

Dan masih banyak lagi pertentangan-pertentangan yang sifatnya prinsipil ini menimpa barisan kaum muslimin yang anehnya lagi konon mereka juga dalam melontarkan keyakinannya itu berlandaskan Al-Qur'an dan Al-Hadits?!

Lalu bisakah mereka ini dipersatukan tanpa dibenahi dan dipersatukan aqidah mereka? Tentunya benarlah kata peribahasa "Bagaikan menegakkan benang yang basah".

Perjalanan menuju persatuan umat dengan mempersatukan aqidah mereka, memang merupakan perjalanan yang relatif lama, tapi pasti, karena berlandaskan teori yang benar dari Al-Qur’an serta sirah perjalanan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam . Dan pada akhimya hanya Allah Subhanahu wata’ala  jualah yang menentukan hasilnya, adapun kewajiban kita hanyalah berusaha sekuat tenaga, ikhlas dan mengikuti koridor manhaj Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam  dalam perjuangan dakwahnya.

Bantahan untuk jargon keempat :

Perjuangan lewat jalur politik bukanlah manhajnya para Nabi dalam beljuang, apa lagi pasaran politik dunia sekarang ini berkiblat kepada teori-teori politik barat yang kafir dan atheis. Semboyan­ semboyan dan cara-cara mereka untuk meraih kekuasaan tidak sedikit yang bertentangan dengan manhaj dan syari'at islam. Taruhlah apa yang dinamakan demokrasi yang mana keputusan yang diambil berdasar kepada suara terbanyak, suara terbanyaklah yang menentukan bukan kwalitas kebenarannya, belum lagi seambrek akses-akses negatif dari falsafah demokrasi ini, tidaklah luput dari tipu muslihat dan intrik-intrik politik yang kotor, kita tahu ada namanya istilah "Money politic", membeber aib penguasa lewat demontrasi, menjatuhkan lawan politik dengan menciptakan opini jelek ditengah-tengah masyarakat dan lain sebagainya, seolah-olah mereka memiliki semboyan seperti orang-orang Yahudi yang berseru :

"Halalkan segala cara demi meraih tujuan".

Jikalau ada sebagian saudara kita dari yang menamakan diri mereka Aktifis Dakwah", mereka menceburkan diri mereka ke kancah politik, dengan berdalih "politik adalah sarana berdakwah". Maka kita tanyakan kepada mereka, dibenarkankah politik yang notabene produk kafir itu dijadikan sebagai wasilah / sarana dakwah dalam pandangan Al-Qur’an, Al-Hadits dan perjalanan hidup para sahabat serta orang-orang shaleh terdahulu? Kita maklumi bersama bahwa dakwah adalah ibadah, bahkan sebagai satu-satunya tonggak berdiri dan tersebamya Islam dan ibadah tidak bisa tidak, harus ittiba' / mengikuti Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam  dan para sahabatnya. Kalau mereka berkilah, politik kan cuma teknis saja, sedangkan teknisnya diserahkan kepada kita sesuai dengan kondisi dan perkembangan zaman."

Kita jawab : Politik sebagai sarana dakwah bukanlah sekedar teknik yang sifatnya ijtihadi, namun lebih dari itu sudah masuk kedalam tariqoh dan manhaj, kita tahu dari perjalanan dakwah para Rasul dan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam  sendiri, tidaklah sembarangan untuk menjadikan cara-cara tertentu dalam dakwah mereka semuanya mengikuti pola tuntunan wahyu dari Allah Subhanahu wata’ala .

Pernahkah Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam  berdakwah dengan cara mengumpulkan manusia dengan menggelar konser biduan-biduan dengan diiringi lantunan alat-alat musik misalnya? Jadi ini sudah masuk kebidang cara/manhaj yang wajib kita hams meneladani beliau shallallahu ‘alaihi wasallam , kecuali kalau teknis dan alat-alat yang kita gunakan untuk berdakwah semisal pemakaian speaker, kaset, radio, televisi, buletin, majalah, koran, internet, komputer dan sebagainya, ini diserahkan kepada kita sesuai dengan kondisi dan perkembangan zaman, maka perlulah difahami secara seksama permasalahan ini, dan tidak mustahil apabila tidak ada batasan yang jelas mengenai tariqoh/manhaj berdakwah ini, bisa saja dakwah ini akhimya dalam penyampaiannya dikawinkan dengan ajaran/kebudayaan setempat, apa yang dikenal dalam ilmu sosiologi dengan akulturasi kebudayaan dan dalam kenyataan sejarah penyebaran Islam muncullah semacam "Islam kejawen", "Sinkritisme", perpaduan Islam dengan ajaran setempat, Jadi Islam tidak mumi lagi, bercampur dengan bid'ah bahkan kesyirikan.

Kalau ada yang berkilah : "Bagaimana dengan Dakwah walisongo?, kita jawab : Tanpa meremehkan jasa-jasa mereka dalam penyebaran Islam terutama di pulau Jawa ini, yang menjadi ikutan dalam dakwah adalah Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam , dan para Khulafa'ur Raasyidiin, bukan wali songo, bukan pula yang lainnya. Kemudian mereka berdalih lagi : "Kita terjun kedunia politik karena tujuan kita diantaranya ialah ingin memberikan pendidikan politik, terutama kepada praktisi-praktisi atau elit-elit politik yang korup dan tidak bermoral". Kita jawab dengan singkat : Apa yang mereka maksudkan dengan istilah "pendidikan politik" itu? Kalau yang dimaksud adalah penerapan teori politik, saya pikir tidak ada tempat dalam pandangan islam untuk memperjuangkan teori politik ala barat itu, dan kalau yang dimaksudkan adalah hams bermoral dalam berpolitik (dan mungkin ini yang mereka maksudkan), tidak harus orang yang berdakwah kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar itu, terjun dan terlibat pada sistem kemungkaran mereka, dari luar sistem mereka saja bisa, apa lagi dalam sistem politik mereka itu terdapat kobaran fitnah yang menyala-nyala. Dengan kata lain kasarnya, kalau kita ingin agar seorang WTS itu taubat dari kemesumannya itu, apakah kita harus bermesum ria terlebih dahulu dengan dia walau dengan tujuan dakwah?!

Malah kalau kita tihat Lisanul hal-nya/fakta dilapangan, semua pandangan mereka berkebalikan. Apa yang dikatakan "politik hanyalah kendaraan / sarana demi tujuan Islam", pada kenyataannya tidak jarang malah "Islam" dijadikan komoditi atau kendaraan kepentingan politik mereka. Bisa disaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana mereka suka mempermainkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dalam melariskan partai mereka.

Misalnya "Saudara-saudara, Allah itu adalah Ahad artinya adalah satu, maka pilihlah partai kami yang nomer satu!"

"Saudara-saudara, dalam Al-Qur’an kalimat laa ilaha Ilallah diumpamakan seperti sebuah pohon yang akarnya menghujam kebumi serta cabang-cabangnya menyebar mencakar angkasa", maka ini sebuah isyarat untuk juga mencoblos partai kami yang berlambang beringin!"

"Saudara-saudara, kita tahu bahwa Al-Qur'an itu turun ke bumi dari Allah melalui Jibril dan disampaikan ke Nabi Muhammad maka ada tiga oknum disini, ini mengisyaratkan untuk memilih partai kami yang bernomer tiga!"

Apa yang dikatakan "kami terjun kedunia politik hanyalah ingin memperbaiki moral para pelaku politik" pada kenyataannya begitu mereka merasakan nyamannya kursi kekuasaan yang empuk, dan menikmati uang rakyat yang bertumpuk, tiba-tiba saja suara mereka yang lantang dan vokal itu hilang entah kemana, malah sedianya ingin merubah malah mereka sendiri yang berubah mengikuti sistem dan arus. Disitulah memang hati manusia itu lemah adanya dan gampang berubah.

Memang kita tidak menafikan tentang pentingnya sebuah daulah Islam demi lebih kondusifnya pelaksanaan syari'at seeara menyeluruh, jadi sebenarnya Daulah Islam itu bukan tujuan akan tetapi sebagai sarana terbesar untuk tegaknya Tauhid dan syari'at Islam itu sendiri. Namun cara manhaj untuk menuju kesana itu haruslah tetap pada koridor manhaj dakwah Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam  dan para sahabatnya.

Mereka beralasan lagi : "Lalu kalau kita berlepas diri dari politik, siapa lagi yang mengurusi negara dan yang perduli dengan nasib bangsa". Kami katakan : "Nasihat ini kami tujukan terutama kepada aktifis dakwah yang menjadikan politik sebagai sarana dakwah", mulailah dari diri anda untuk ketnbali kepada basis perjuangan kita yaitu memperbaiki ummat dengan usaha tashfiyyah (pemurnian ajaran Islam dari anasir-anasir yang lain) dan usaha tarbiyyah (pembinaan dan pendidikan umat baik aqidah maupun syari'at). Masih banyak ummat yang bodoh dan tidak tahu dengan agamanya padahal mereka mengaku muslim. Janganlah anda tergesa­-gesa mengajak mereka untuk mendirikan negara Islam, padahal mereka itu, mana tauhid mana syirik mana sunnah mana bid'ah saja tldak tahu. Masih banyak diantara tokoh mereka yang terpengaruh faham-faham sekuler, nasionalis, materialis, kapitalis dan sebagainya, yang kadang-­kadang jangankan diajak mendirikan negara Islam, mendengar hukum rajam saja, mereka jadi phobi dan balik menghujat bahwa Islam adalah barbar, ekstrim dan melanggar HAM.

Dengan anda-anda kembali kepada pos yang pertama yaitu "dakwah murni" tidak akanlah negara ini gulung tikar atau istilahnya "Vacum of power". Semuanya itu kan berjalan secara bertahap dan berproses.

Dari sinilah sebenarnya sudah menemukan akar permasalahan dan sekaligus menemukan solusinya. Bahkan nantinya kedudukan ulama dan umara semakin jelas, keduanya akan berjalan sesuai dengan tugasnya masing-masing, tentu saja didalam bingkai kerjasama yang harmonis.

Dan ketika tugas ulama ini tidak bercampur dengan tugas umara, maka kedudukan ulama akan lebih dihargai, berwibawa dan fatwa-fatwa serta petuah-petuahnya diikuti. Karena semua orang menganggap bahwa ulama ini berbicara lewat corong agama "Amar ma'ruf Nahi Munkar", yang tentunya tidak ada anasir kepentingan politis.

Namun ketika anda-anda tidak mau kembali kepada pos-pos penjagaan agama yang pertama, maka saya yakin usaha anda-anda itu ibarat kata pepatah :

"Untung tak dapat diraih, malang tak dapat dielak",
Kecuali keuntungan duniawi yang sesaat. Dan muncul kemalangan­ kemalangan yang tak dapat dielak, berupa terjadinya perpecahan umat akibat partai-partai yang anda dirikan, terjadi kebingungan dihati umat, karena melihat anda yang menjadi panutan melakukan manuver­ manuver dan tarik-ulur karena tuntutan politik praktis, tak tahu lagi kepada siapa mereka berwala' dan kepada siapa mereka berbaro'. Kasihanilah diri anda dan kasihanilah nasib ummat ini.

Ketahuilah kejayaan umat ini akan dicapai dan pertolongan Allah akan datang manakala umat ini bertauhid dengan benar' serta mengamalkan kandungan Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai konsekwensi dari bertauhid. Renungkan firman Allah Subhanahu wata’ala  ini :
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا
Artinya: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik.” (QS An-Nuur : 55)

Dan janji Allah ini pemah terlaksana pada umat ini, yaitu pada zaman Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam  dan para Khulafa'ur-Rasyidin radhiyallahu anhu, Islam ketika itu mencapai puncak kejayaannya, bahkan sarnpai meruntuhkan hegemoni kekuasaan dua negara adidaya, Rumawi dan Persia, Kemudian kejayaan itu perlahan-lahan surut seiring dengan melemahnya keimanan kaum muslimin dan banyaknya penyelewengan mereka terhadap sunnah Nabi mereka,

Oleh karena itu imam Malik bin Anas menyimpulkan, dengan mengutip perkataan guru beliau, Wahb bin Kaisan, beliau mengatakan:
لَنْ يُصْلِحَ آخِرَ هَذِهِ الأُمَّةِ إِلاَّ مَا أَصْلَحَ أَوَّلَهَا
Artinya : "Tidak akan memperbaiki kondisi akhir (umat) ini kecuali apa yang telah memperbaiki para (salaf) pendahulunya,"
(Dinukil oleh lbnu Abdil Barr dalam At-Tamhid X 123,.. Lihat: 6 Pilar Utama Dakwah Salafiyyah. Pustaka Imam Asy-Syafi'i. hal 142)

Dengan apa para pendahulu kita berjaya, maka dengan itu pulalah kita akan berjaya, Insya Allah.


17.Apa hukum berdoa kepada orang-orang yang sudah mati atau kepada makhluk-makhluk yang ghaib?

Jawaban : Hukumnya adalah termasuk syirik akbar (besar).

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman :
وَلاَ تَدْعُ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ الظَّالِمِينَ
Artinya: “Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian) itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim". (QS Yunus:106). 

Dan bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
 من مات وهو يدعو من دون الله ندّاً دخل النار
Artinya: Barang siapa mati sedangkan dia menyeru (beribadah) kepada selain Allah sebagai tandingan pastilah ia masuk neraka. [HR Bukhary]


18.Apakah berdo’a itu ibadah?

Jawaban : Ya, berdo’a adalah ibadah.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman :  
وَقَالَ رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Artinya: “Dan Rabbmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdoa kepada-Ku) akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS Al-Mu’min:60)

Dan bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :

 [الدعاء هو العبادة] رواه الترمذي وقال حديث صحيح
Artinya: Doa itu ibadah. [HR Ahmad, berkata at-Tirmidzi: “Hadits ini Hasan Shahih”)

       
19.Apakah orang yang sudah mati bisa mendengarkan orang yang berdoa kepadanya?

Jawaban : Mereka tidak dapat mendengar.

Allah Subhanahu wata’ala  berfirman :  
إِنَّكَ لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى
Artinya: “Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar”. (QS An-Naml:80)
وَمَا أَنتَ بِمُسْمِعٍ مَّن فِي الْقُبُورِ
Artinya: “Dan kamu sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar”. [QS Faathir:22].

Penjelasan :

Maka dengan dua ayat tersebut saja, bagaimanakah hal-nya dengan mudzin-mudzin yang suka men-talqin-kan mayit ketika sudah diletakkan diliang lahat?!


Tidak ada komentar:

Posting Komentar