PASAL IV
SYIRIK AKBAR (BESAR)
14.
Apa dosa yang paling besar menurut
Allah?
Jawaban : Dosa yang paling besar adalah syirik (menyekutukan
Allah).
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
يَا
بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ
Artinya: “Wahai anakku janganlah engkau
menyekutukan Allah, sesungguhnya syirik itu kezhaliman yang besar”. (QS Luqman:13)
قَالَ رَجُلٌ يَا رَسُولَ اللَّهِ
أَيُّ الذَّنْبِ أَكْبَرُ عِنْدَ اللَّهِ قَالَ: أَنْ تَدْعُوَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ
Nabi shallallahu'alaihi
wasallam ditanya
tentang dosa apa yang paling besar. Beliau bersabda : Yaitu engkau
menyeru kepada tandingan untuk Allah Subhanahu wata’ala sedangkan Dia yang telah
menciptakan kamu. [Muttafaq
‘alaih, Muslim 1/63-64 (51)]
15.
Apa yang dimaksud dengan syirik akbar
(syirik besar)?
Jawaban : Syirik akbar yaitu memalingkan / mempertujukkan ibadah
kepada selain Allah, seperti berdo'a kepada selain Allah, beristighatsah kepada
orang-orang yang telah mati atau kepada orang-orang / makhluk-makhluk yang
masih hidup tapi ghaib.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman:
وَاعْبُدُواْ
اللّهَ وَلاَ تُشْرِكُواْ بِهِ شَيْئًا
Artinya: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu
mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun”. (QS An-Nisaa:36).
Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
أَكْبَرُ
الْكَبَائِرِ الْإِشْرَاكُ بِاللَّهِ
Artinya: Dosa yang paling besar dari dosa-dosa besar adalah menyekutukan Allah. [HR Bukhari]
Penjelasan :
Istighatsah
1. Definisi Istighatsah ialah
permintaan agar dihilangkan dari bahaya yang menimpa, sebagaimana yang
dikatakan oleh Ibnu Taimiyyah. Istighatsah merupakan salah satu dari bentuk
do'a. Oleh karena itu do'a lebih umum daripada istighatsah, karena pengertian
istighatsah hanyalah permintaan dihilangkan dari bahaya yang sedang menimpa,
sedangkan do'a merupakan bentuk dari segala permintaan. (Lihat Fathul Majid.
Syaikh Abdur-Rahman bin Hasan Alu Syalkh. Darul Fikr. hal. : 200)
2. Macam-macam istighatsah ditinjau
dari kepada siapa istighatsah itu ditujukan beserta hukum-hukumnya :
a) Istighatsah kepada Allah Subhanahu wata’ala Ini adalah termasuk dari bilangan amal yang
paling utama dan paling sempurna, karena ini adalah termasuk kebiasaan para
Rasul dan para pengikut setia mereka. Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu
wata’ala :
إِذْ
تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُم بِأَلْفٍ مِّنَ
الْمَلآئِكَةِ مُرْدِفِينَ
Artinya : "(lngatlah) ketika kamu memohon
penolongan kepada Rabb-mu. lalu diperkenankan-Nya bagimu : Sesungguhnya Aku
akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang
berturut-turut." (Q.s. Al-Anfaal : 9)
b) Istighatsah kepada orang mati (siapapun dia) atau kepada
orang yang masih hidup tapi tidak hadir di tempat dan tidak mampu menghilangkan
bahaya tersebut. karena memang diluar kesanggupan manusiawinya. Maka hukumnya
adalah syirik, karena orang yang melakukannya (disadari atau tidak)
berkeyakinan bahwa sesuatu yang dituju dengan istighatsahnya itu memiliki
kemampuan kauniyyah (kemampuan diluar kemampuan manusiawi yang hanya Allah saja
yang memilikinya) berarti ini sama dengan telah menyelewengkan Tauhid
Rububiyyah kepada selain Allah.
Hal ini sebagaimana Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
Artinya : "Atau siapakah yang memperkenankan
(do'a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo'a kepada-Nya, dan yang
menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di
bumi ? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Amat sedikitlah kamu
mengingati (Nya)" (Q.s. An-Naml: 62)
c) Istighatsah kepada orang yang masih hidup yang mengetahui
(hadir) dan mampu untuk menghilangkan bahaya, maka hukumnva boleh sebagaimana
beristi'anah (meminta tolong) kepadanya. Allah Subhanahu wata’ala berfirman, ketika mengkisahkan Musa alaihissalam
:
فَاسْتَغَاثَهُ
الَّذِي مِن شِيعَتِهِ عَلَى الَّذِي مِنْ عَدُوِّهِ فَوَكَزَهُ مُوسَى فَقَضَى
عَلَيْهِ
Artinya: Maka orang yang dari golongannya meminta
pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan orang yang dari musuhnya. lalu Musa
meninjunya dan matilah musuhnya itu" (Q.s Al-Qashash : 15).
d)...Istighatsah kepada orang yang hidup yang dia tidak mampu
untuk menghilangkan bahaya dengan tanpa ada keyakinan bahwa dia memiliki
kemampuan kauniyyah, seperti misalnya istighatsah kepada orang yang lumpuh
untuk mengalahkan musuh yang menghadang, maka ini sama saja dengan main-main
dan pelecahan terhadap orang yang lumpuh tersebut, Maka dengan alasan seperti
ini ataupun alasan yang lain adalah terlarang, karena boleh jadi orang lain
akan terperdaya dengan menganggap orang yang lumpuh itu mempunyai kekuatan
kauniyyah untuk menghilangkan bahaya, kalau sudah demikian besar kemungkinan
orang itu akan terjatuh kedalam kesyirikan, karena menyeleweng dari Rububiyyah Allah
Subhanahu wata’ala . (Lihat Syarh
Kasyfu Asy-Syubuhaat. Muhammad bin Utsaimin. hal 38-39, dengan sedlkit
penjabaran dan penerjemah)
Bagaimanakah istighatsah yang ideal?
Tidak syak lagi sebagaimana pada penjelasan pasal III,
bahwa amal ibadah akan sah dan diterima disisi Allah, manakala dilakukan dengan
ikhlas dan mengikuti tuntunan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam .
Istighatsah merupakan satu bentuk dari do'a, sedangkan do'a adalah ibadah.
عَنْ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ { قَالَ رَبُّكُمْ ادْعُونِي
أَسْتَجِبْ لَكُمْ }
Dari Nu'man bin Basyir radhiyallahu anhu bahwa
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
الدُّعَاءُ هُوَ الْعِبَادَةُ
"Doa itu ibadah. (Riwayat Abu Dawud 1479)
Jadi istighatsah yang ideal ialah istighatsah yang sah
yang disetujui oleh Allah dan Rasul-Nya, yaitu dengan ikhlas dan kaifiyyahnya
(tata cara serta sifat-sifatnya) mengikuti tuntunan Rasululloh shallallahu
‘alaihi wasallam .
Tetapi ironisnya, ketika kita menengok kebanyakan manusia
terutama dinegeri tercinta Indonesia ini, yang katanya mengatas-namakan Golongan
Ahlus-Sunnah wal Jama'ah. Bagaimana mereka menerapkan istighatsah ini?! Cukup
kental ditelinga kita, mereka menyebut dengan acara istighatsh kubro' atau
kubroan.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan saya (pent.) di
lapangan, saya bisa menyebutkan beberapa kemungkaran atau penyelisihan mereka
terhadap Sunnah Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam yang mulia, diantaranya ialah :
· Mulai ketika berangkat naik kendaraan dari rumah mereka
sampai ke tempat tujuan (biasanya dilapangan) terjadi ikhtilat (percampur
bauran antara laki-laki dan perempuan dewasa yang bukan mahram) atau dihimpun
dilapangan dengan antara laki-laki dan perempuan tidak dibatasi dengan jelas
dan ketat.
· Acara dipimpin oleh seorang tokoh kyai dengan mengomandoi
jama'ah untuk melafazhkan dzikir-dzikir tertentu dengan bilangan-bilangan
tertentu pula, yang tentunya penentuan ini tidak bersumber dari tuntunan
Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam , namum memang produk asli
mereka sendiri.
· Adanya tawassul-tawassul bid'ah seperti tawassul dengan
kemuliaan para Malaikat, Roh Syeikh Abdul Qadir Jaelani, roh-roh wali songo
dan lain-lainnya, dengan tidak lupa mereka semua dijatah dengan dikirimi surat
Al-Fatihah,
·
Biasanya ada pembacaan surat Yasin secara bersama-sama.
· Kalau kita sedikit peka dan cermat, kita akan tahu bahwa
tidak jarang acara kubroan itu ditumpangi oleh tujuan-tujuan tendensius, yaitu
tujuan-tujuan tertentu dari tokoh-tokoh mereka atau diluar mereka, semacam
tujuan politis, ekonomis atau show of power (unjuk banyaknya massa), walau
mereka mengatas-namakan: "Istighatsah Kubro untuk keselamatan
Bangsa", Hal ini jelas bisa ditengarai dari momen-momen yang mereka
gunakan, semisal: pada saat pemilu, menjelang pergantian kepala negara, atau
bisa dilihat dari tokoh-tokoh yang dihadirkan pada acara tersebut atau lebih
jelas lagi kalau kita cermati isi dari pidato seorang tokoh dalam acara
tersebut. Allahumma, bukannya menyelamatkan bangsa, malah justeru semakin Allah
murka dan menambah musibah. Ibarat kata pepatah : "Mengelap kaca dengan
serbet yang kotor", Kalau demikian terlalu berlebihanlah mereka
menamakan diri mereka Golongan Ahlussunnah wal Jama'ah, malah lebih tepatnya,
mereka adalah golongan Ahlul Bida'i wal Ahwaa'i.
Seharusnya mereka berkaca diri dengan cermin Al-Qur’an,
Al-Hadits, Para sahabat dan sederetan pemuka-pemuka ulama Ahlus-Sunnah wal
Jama'ah terdahulu,
16.Apakan
kesyirikan itu masih ada di tengah-tengah umat ini?
Jawaban : Ya ! banyak dan amat di sayangkan.
Dalilnya adalah firman Allah Subhanahu wata’ala :
وَمَا
يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللّهِ إِلاَّ وَهُم مُّشْرِكُونَ
Artinya: “Dan sebahagian besar dari mereka
tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dgn sembahan-sembahan lain)”. (QS
Yusuf:106)
Dan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
لَا تَقُوْمُ السَّاعَةُ حَتَّى
تَلْحَقَ قَبَائِلُ مَنْ أُمَّتِيْ بِالْمُشْرِكِيْنَ حَتَّى تَعْبُدَ
اْلأَوْثَانَ
Artinya: Tidak akan terjadi kiamat sehingga
ada beberapa golongan dari umatku menyusul menjadi orang-orang musyrikin sampai
mereka menyembah berhala-berhala. [Hadits Riwayat Tirmidzi]
Penjelasan :
Dengan memperhatikan nash-nash tersebut bahwa kesyirikan
akan selalu ada sepanjang sejarah kehidupan manusia, Terlebih dengan kita
memperhatikan fakta dilapangan masyarakat kita, mulai zaman bahuela sampai
zaman kiwari yang konon katanya zaman modern, kesyirikan terus saja ada bahkan
semakin marak dan menjadi-jadi, lihat saja tayangan-tayangan di televisi, di
majalah-majalah, di koran-koran bahkan sampai di buku-buku paket sekolah dan
dikomik-komik bacaan anak-anak syarat dengan nuansa takhayul dan kesyirikan.
Jadi kesyirikan secara nash dan fakta, merupakan penyakit kronis ummat ini dan
mestinya harus dijadikan musuh bersama oleh para da'i yang menyeru kepada jalan
Allah dari zaman ke zaman, dari generasi ke generasi berikutnya. Dan memang
itulah juga adanya inti dakwah para Rasul, yaitu seruan kepada tauhid dan
memberantas bentuk-bentuk kesyirikan sampai ke akar-akamya.
Ingat firman Allah Subhanahu wata’ala :
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولاً أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ وَاجْتَنِبُواْ
الطَّاغُوتَ
Artinya : "Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap
umat (untuk menyerukan) : "Sembahlah Allah (saja) dan jauhilah
Thoghut." (Q.s. An-Nahl : 36)
Lucunya ketika muncul dakwah salafiyyah dinegeri kita
ini, yang inti seruan dakwahnya diantaranya adalah menegakkan tauhid dan
memberantas kesyirikan dengan niat ikhlas, semangat serta didukung dengan
argumentasi-argumentasi yang shohih, akurat dan mantap, malah tidak sedikit
ormas-ormas Islam atau harokah-harokah dakwah lain-nya menyambutnya dengan
sambutan tidak bersahabat bahkan sinis, mereka melontarkan jargon-jargon,
antara lain:
1. ”Waspadalah terhadap gerakan dakwah
ini, karena gerakan dakwah ini adalah gerakan dakwah Wahhabi."
2. ”Yang dibahas cuma Tauhid, Syirik,
melulu, tema itu kan sudah usang, iya dulu Rasululloh di zaman jahiliyyah,
karena memang ketika itu yang beliau hadapi orang-orang musyrik Quraisy, kita
sekarang hidup di zaman modem, yang kita hadapi adalah problem multi
dimensional."
3. “Dakwah kepada tauhid adalah dakwah
pemecah belah umat, tidaklah kau saksikan betapa musuh-musuh islam
internasional, dari kaum salibis dan zionis, sudah menapakkan kaki mereka di
negara-negara kaum muslimin dan tangan mereka sudah mencengkeram dunia",
mestinya kita harus menyatukan barisan untuk menghadapi mereka.
4. ”Untuk mengembalikan kejayaan umat
ini, kita harus merebut kekuasaan lewat jalur politik, baik secara kooperatif
atau secara kekerasan sekalipun, dari penguasa-penguasa zalim yang tidak
berhukum dengan hukum Allah, bukannya dakwah Tauhid"
Mari kita bungkam suara-suara sumbang ini agar yang haq
nampak haq sebagaimana seharusnya dan yang batil tetap nampak batil, agar
manusia tidak terperdaya karenanya.
Bantahan untuk jargon pertama :
Jargon ini sengaja dimunculkan oleh orang-orang yang
alergi dan phobia serta menghendaki manusia agar lari dari dakwah Syaikh
Muhammad bin Abdul Wahhab yang penuh berkah ini. Mereka dari golongan
orang-orang penyembah kuburan dan abdi dalemnya para pemuka yang mereka
kultuskan serta dari orang-orang yang gandrung dengan kebidahan. Sehingga tidak
heran ketika gerakan Dakwah Syaikh Muhammad memberantas semuanya itu mereka
merasa kebakaran jenggot dan balik memusuhi beliau dan murid-murid beliau baik
secara terang-terangan maupun secara tersembunyi.
Namun apalah daya mereka tidak memiliki argumentasi dan
dalil-dalil yang kuat untuk membalasnya, mereka hanya memiliki semangat
hasadnya saja. Lalu mereka membikin-bikin cerita yang berisi hujatan dan
pendeskreditan pribadi dan gerakan dakwah beliau. Andai kita membaca biografi
beliau berikut gerakan dakwah beliau secara jujur dan obyektif tentu akan
muncul dalam benak kita sebuah pertanyaan besar, "Manakah dari ajaran
dakwah beliau yang sesat, yang menyimpang dari jalan Rasululloh shallallahu
‘alaihi wasallam dan para
sahabatnya?"
Kalau demikian sejatinya, alangkah benamya ucapan seorang penyair : "Andaikan
pengikut Ahmad (Muhammad) itu (dijuluki) wahabi maka aku berikrar bahwa aku
adalah seorang wahabi” (Al-Firqoh An-Naajiyyah, Muhammad bin Jamil Zainu,
hal: 47 )
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab berdakwah menegakkan
Tauhid dan sunnah serta memberantas kesyirikan dan bid'ah, hal mi telah dicatat
dalam sejarah dengan tinta emas oleh para ulama dan pakar sejarah yang jujur
dan obyektif.
Bantahan untuk jargon kedua :
Mereka adalah orang-orang yang hanya memicingkan sebelah
mata saja terhadap Dakwah Salafiyyah. Dakwah Salafiyyah tidak hanya
menyampaikan Tauhid saja, pun masalah-masalah yang lain yang masuk dalam
cakupan Dienul Islam dikupasnya pula, seperti masalah : Fiqh, Akhlak, Muamalah,
Konsultasi problematika rumah tangga dan lain sebagainya disampaikan dan
dibahas pula, namun tetap yang menjadi prioritas utama adalah pengupasan
masalah Tauhid dan memang ini sejalan dengan perjalanan dakwah para Rasul
terdahulu dan bahkan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri.
Dan tema tentang tauhid bukanlah tema yang telah usang,
lihat kembali nash-nash yang mengatakan bahwa kesyirikan dengan berbagai corak
dan ragamnya selalu ada di setiap generasi dan zaman. Apa lagi kalau kita
mencermati kondisi umat dewasa ini, sungguh berbagai macam kesyirikan dan
kekufuran masih banyak kita jumpai digandrungi oleh tidak sedikit umat manusia.
Padahal kesyirikan dan kekufuran merupakan dosa yang
mengerikan yang mana pelakunya kalau mati dalam keadaan seperti itu, Maka Allah
Subhanahu wata’ala akan
menyiksanya di Jahannam selama-lamanya, ini merupakan musibah yang terbesar
yang menimpa agama seorang hamba.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
إِنَّ
الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَالْمُشْرِكِينَ فِي نَارِ جَهَنَّمَ
خَالِدِينَ فِيهَا أُوْلَئِكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِ
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang kafir yakni ahli kitab dan
orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka Jahannam. Mereka kekal dldalamnya.
Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk." (QS. Al Bayyinah : 6)
Jadi kalau ada seseorang atau gerakan dakwah yang
mengingatkan dan menyelamatkan umat dari kesyirikan sebagai musibah terbesar
bagi agama dan akhirat mereka, ini merupakan kepedulian yang besar dan sifat
Rahmat (kasih-sayang) kepada mereka. Terlebih mereka tidak mengharap imbalan
jasa atau ucapan terima kasih sekalipun. Beginilah pada hakekatnya.
Akan tetapi tidak ada seorangpun yang menyadarinya
melainkan hanya orang-orang yang arif dan bijaksana. Barulah mungkin mereka
akan sadar diri setelah Allah memberi petunjuk kepada mereka didunia atou
setelah mereka memasuki arena musibah terbesar itu diakherat kelak. Na'udzu
billahi min dzaalik
Bantahan untuk jargon yang ketiga :
Justeru sebaliknya dakwah kepada Tauhid adalah dakwah
yang akan mempersatukan ummat ini diatas kebenaran dan diatas kalimat yang
satu. Persatuan yang hakiki adalah persatuan diatas aqidah yang satu .
Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
وَاعْتَصِمُواْ
بِحَبْلِ اللّهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُواْ
Artinya : "Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah
dan janganlah kamu bercerai-berai." (QS. Ali-Imran: 103)
Perhatikan ayat tersebut, pemahaman yang dapat diambil dari ayat ini ialah
:
Bahwa selama kita semuanya berpegang teguh kepada tah
(agama) Allah, maka persatuan akan terwujud dan tidak akan bercerai-berai. Jadi
unsur pokok yang merekat dan menyatukan umat ini ialah berpegang teguh kepada
tali (agama) Allah. ltulah persatuan yang dikehendaki dan diridloi Allah,
persatuan hakiki, persatuan diatas kebenaran, lain tidak Karena persatuan
diatas yang lain pada hakikatnya adalah persatuan yang semu.
Sebagaimana Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
تَحْسَبُهُمْ
جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّى
Artinya : "Kamu kira mereka itu bersatu, sedang hati mereka
berpecah-belah" (Qs Al-Hasyr : 14)
Apakah artinya jasad bersatu namun hati saling membenci
dan saling memungkiri, kita lihat nanti, persatuan semacam ini pasti tidak akan
bertahan lama, lambat-laun akan muncul pada hati mereka benih-benih
kemunafikan, lain dibibir lain dihati. Jadi bagaimana mungkin mereka akan
meraih persatuan yang utuh, sementara teorinya saja sudah keliru.
Sebenamya serangan kaum salibis dan zionis yang paling
berbahaya bagi kaum muslimin, dan memang target terakhir misi mereka ialah
memurtadkan kaum muslimin sehingga mengikuti agama mereka, sebagaimana hal ini Allah
Subhanahu wata’ala tegaskan :
وَلَن
تَرْضَى عَنكَ الْيَهُودُ وَلاَ النَّصَارَى حَتَّى تَتَّبِعَ مِلَّتَهُمْ
Artinya : "Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan senang kepada
kamu hingga kamu mengikuti agama mereka" (Q.s. Al-Baqarah : 120)
Jadi apa penangkal yang jitu untuk mementahkan serangan
mereka ini? Tiada lain yang paling pertama dan utama ialah mengokohkan dan
memupuk aqidah kaum muslimin dengan aqidah yang benar. Sehingga nantinya dengan
aqidah yang benar dan kokoh inilah yang akan membentengi kaum muslimin dari
serangan pemurtadan, walau dengan berbagai cara sekalipun, yang kemudian dengan
aqidah yang benar ini akan mengukuhkan persatuan kaum muslimin dalam front menghadapi
mereka. Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ عَلَيْكُمْ أَنفُسَكُمْ لاَ يَضُرُّكُم مَّن ضَلَّ
إِذَا اهْتَدَيْتُمْ
Artinya : "Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu, tiadalah
orang-orang sesat itu akan memberi mudlarat kepadamu apabila kamu telah
mendapat petunjuk” (QS. Al-Maidah : 105)
Lain halnya manakala aqidah kaum muslimin berantakan
Mudah sekah bagi musuh -musuh mereka untuk menyerang. memecah-belah mereka yang
kemudian pada akhimya mengalahkan dan menghinakan mereka, walaupun kaum
muslimin berusaha menghadang mereka tapi ibaratnya seperti seseorang hendak
pergi ke medan tempur dalam kondisi tubuhnya terkena penyakit parah, barangkali
jangankan bertemu bertempur melawan musuh, belumlah sampai dimedan perang, atau
masih ditengah perjalanan menuju medan tempur, sudah mati duluan gara-gara dia
tidak mampu melawan penyakit yang menggerogoti tubuhnya itu.
Cobalah anda bayangkan, bagaimana bisa dipersatukan
sementara aqidah kaum muslimin satu sama lain saling bertentangan, saling
berlawanan dan saling bertabrakan :
Ø
Seorang Sunni mengatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wasallam adalah nabi
terakhir umat manusia, sementara seorang Ahmadi mengatakan bahwa Nabi terakhir
umat manusia ialah Mirza Ghulam Ahmad dari India.
Ø
Seorang Sunni sangat cinta dan mengakui kekhilafahan Abu
Bakr dan Umar bin Khatthab, sementara seorang Rafidhi sangat benci dan tidak
mengakui kekhilafahan keduanya.
Ø
Seorang Sunni berkeyakinan bahwa Al-Qur’an dan Al-Hadits
sajalah sebagai petunjuk ilahi, sementara orang Shufi meyakini adanya wisk dan
ilmu laduni juga sebagai petunjuk wahyu ilahi.
Ø
Satu firqoh atau jama'ah sangat mengagungkan dan bahkan
mengkultuskan pemimpin mereka, begitupula firqoh yang lain, terhadap
pemimpinnya juga, bahkan kerap terjadi satu sama lain saling fanatik golongan
dan mengkafirkan yang lainnya.
Dan masih banyak lagi pertentangan-pertentangan yang
sifatnya prinsipil ini menimpa barisan kaum muslimin yang anehnya lagi konon
mereka juga dalam melontarkan keyakinannya itu berlandaskan Al-Qur'an dan Al-Hadits?!
Lalu bisakah mereka ini dipersatukan tanpa dibenahi dan
dipersatukan aqidah mereka? Tentunya benarlah kata peribahasa "Bagaikan
menegakkan benang yang basah".
Perjalanan menuju persatuan umat dengan mempersatukan
aqidah mereka, memang merupakan perjalanan yang relatif lama, tapi pasti,
karena berlandaskan teori yang benar dari Al-Qur’an serta sirah perjalanan Nabi
shallallahu ‘alaihi wasallam . Dan pada akhimya hanya Allah Subhanahu
wata’ala jualah yang menentukan
hasilnya, adapun kewajiban kita hanyalah berusaha sekuat tenaga, ikhlas dan
mengikuti koridor manhaj Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam perjuangan dakwahnya.
Bantahan untuk jargon keempat :
Perjuangan lewat jalur politik bukanlah manhajnya para
Nabi dalam beljuang, apa lagi pasaran politik dunia sekarang ini berkiblat
kepada teori-teori politik barat yang kafir dan atheis. Semboyan semboyan dan
cara-cara mereka untuk meraih kekuasaan tidak sedikit yang bertentangan dengan
manhaj dan syari'at islam. Taruhlah apa yang dinamakan demokrasi yang mana
keputusan yang diambil berdasar kepada suara terbanyak, suara terbanyaklah yang
menentukan bukan kwalitas kebenarannya, belum lagi seambrek akses-akses negatif
dari falsafah demokrasi ini, tidaklah luput dari tipu muslihat dan intrik-intrik
politik yang kotor, kita tahu ada namanya istilah "Money politic",
membeber aib penguasa lewat demontrasi, menjatuhkan lawan politik dengan
menciptakan opini jelek ditengah-tengah masyarakat dan lain sebagainya,
seolah-olah mereka memiliki semboyan seperti orang-orang Yahudi yang berseru :
"Halalkan segala cara demi meraih tujuan".
Jikalau ada sebagian saudara kita dari yang menamakan
diri mereka Aktifis Dakwah", mereka menceburkan diri mereka ke kancah
politik, dengan berdalih "politik adalah sarana berdakwah". Maka kita
tanyakan kepada mereka, dibenarkankah politik yang notabene produk kafir itu
dijadikan sebagai wasilah / sarana dakwah dalam pandangan Al-Qur’an, Al-Hadits
dan perjalanan hidup para sahabat serta orang-orang shaleh terdahulu? Kita
maklumi bersama bahwa dakwah adalah ibadah, bahkan sebagai satu-satunya tonggak
berdiri dan tersebamya Islam dan ibadah tidak bisa tidak, harus ittiba' /
mengikuti Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Kalau mereka berkilah,
politik kan cuma teknis saja, sedangkan teknisnya diserahkan kepada kita sesuai
dengan kondisi dan perkembangan zaman."
Kita jawab : Politik sebagai sarana dakwah bukanlah sekedar teknik yang sifatnya
ijtihadi, namun lebih dari itu sudah masuk kedalam tariqoh dan manhaj, kita
tahu dari perjalanan dakwah para Rasul dan Rasululloh shallallahu ‘alaihi
wasallam sendiri, tidaklah
sembarangan untuk menjadikan cara-cara tertentu dalam dakwah mereka semuanya
mengikuti pola tuntunan wahyu dari Allah Subhanahu wata’ala .
Pernahkah Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam berdakwah dengan cara mengumpulkan manusia
dengan menggelar konser biduan-biduan dengan diiringi lantunan alat-alat musik
misalnya? Jadi ini sudah masuk kebidang cara/manhaj yang wajib kita hams meneladani
beliau shallallahu ‘alaihi wasallam , kecuali kalau teknis dan alat-alat
yang kita gunakan untuk berdakwah semisal pemakaian speaker, kaset, radio,
televisi, buletin, majalah, koran, internet, komputer dan sebagainya, ini
diserahkan kepada kita sesuai dengan kondisi dan perkembangan zaman, maka
perlulah difahami secara seksama permasalahan ini, dan tidak mustahil apabila
tidak ada batasan yang jelas mengenai tariqoh/manhaj berdakwah ini, bisa saja
dakwah ini akhimya dalam penyampaiannya dikawinkan dengan ajaran/kebudayaan
setempat, apa yang dikenal dalam ilmu sosiologi dengan akulturasi kebudayaan
dan dalam kenyataan sejarah penyebaran Islam muncullah semacam "Islam
kejawen", "Sinkritisme", perpaduan Islam dengan ajaran setempat,
Jadi Islam tidak mumi lagi, bercampur dengan bid'ah bahkan kesyirikan.
Kalau ada yang berkilah : "Bagaimana dengan Dakwah
walisongo?, kita jawab : Tanpa meremehkan jasa-jasa mereka dalam penyebaran
Islam terutama di pulau Jawa ini, yang menjadi ikutan dalam dakwah adalah Rasululloh
shallallahu ‘alaihi wasallam , dan para Khulafa'ur Raasyidiin, bukan
wali songo, bukan pula yang lainnya. Kemudian mereka berdalih lagi : "Kita
terjun kedunia politik karena tujuan kita diantaranya ialah ingin memberikan
pendidikan politik, terutama kepada praktisi-praktisi atau elit-elit politik
yang korup dan tidak bermoral". Kita jawab dengan singkat : Apa yang
mereka maksudkan dengan istilah "pendidikan politik" itu? Kalau yang
dimaksud adalah penerapan teori politik, saya pikir tidak ada tempat dalam
pandangan islam untuk memperjuangkan teori politik ala barat itu, dan kalau
yang dimaksudkan adalah hams bermoral dalam berpolitik (dan mungkin ini yang
mereka maksudkan), tidak harus orang yang berdakwah kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar itu, terjun dan terlibat pada sistem kemungkaran
mereka, dari luar sistem mereka saja bisa, apa lagi dalam sistem politik mereka
itu terdapat kobaran fitnah yang menyala-nyala. Dengan kata lain kasarnya,
kalau kita ingin agar seorang WTS itu taubat dari kemesumannya itu, apakah kita
harus bermesum ria terlebih dahulu dengan dia walau dengan tujuan dakwah?!
Malah kalau kita tihat Lisanul hal-nya/fakta dilapangan,
semua pandangan mereka berkebalikan. Apa yang dikatakan "politik hanyalah
kendaraan / sarana demi tujuan Islam", pada kenyataannya tidak jarang
malah "Islam" dijadikan komoditi atau kendaraan kepentingan politik
mereka. Bisa disaksikan dengan mata kepala sendiri, bagaimana mereka suka
mempermainkan ayat-ayat suci Al-Qur'an dalam melariskan partai mereka.
Misalnya "Saudara-saudara, Allah itu adalah Ahad
artinya adalah satu, maka pilihlah partai kami yang nomer satu!"
"Saudara-saudara, dalam Al-Qur’an kalimat laa
ilaha Ilallah diumpamakan seperti sebuah pohon yang akarnya menghujam
kebumi serta cabang-cabangnya menyebar mencakar angkasa", maka ini sebuah
isyarat untuk juga mencoblos partai kami yang berlambang beringin!"
"Saudara-saudara, kita tahu bahwa Al-Qur'an itu
turun ke bumi dari Allah melalui Jibril dan disampaikan ke Nabi Muhammad maka
ada tiga oknum disini, ini mengisyaratkan untuk memilih partai kami yang
bernomer tiga!"
Apa yang dikatakan "kami terjun kedunia politik
hanyalah ingin memperbaiki moral para pelaku politik" pada kenyataannya
begitu mereka merasakan nyamannya kursi kekuasaan yang empuk, dan menikmati
uang rakyat yang bertumpuk, tiba-tiba saja suara mereka yang lantang dan vokal
itu hilang entah kemana, malah sedianya ingin merubah malah mereka sendiri yang
berubah mengikuti sistem dan arus. Disitulah memang hati manusia itu lemah
adanya dan gampang berubah.
Memang kita tidak menafikan tentang pentingnya sebuah
daulah Islam demi lebih kondusifnya pelaksanaan syari'at seeara menyeluruh,
jadi sebenarnya Daulah Islam itu bukan tujuan akan tetapi sebagai sarana
terbesar untuk tegaknya Tauhid dan syari'at Islam itu sendiri. Namun cara
manhaj untuk menuju kesana itu haruslah tetap pada koridor manhaj dakwah
Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya.
Mereka beralasan lagi : "Lalu kalau kita berlepas
diri dari politik, siapa lagi yang mengurusi negara dan yang perduli dengan
nasib bangsa". Kami katakan : "Nasihat ini kami tujukan terutama
kepada aktifis dakwah yang menjadikan politik sebagai sarana dakwah",
mulailah dari diri anda untuk ketnbali kepada basis perjuangan kita yaitu
memperbaiki ummat dengan usaha tashfiyyah (pemurnian ajaran Islam dari
anasir-anasir yang lain) dan usaha tarbiyyah (pembinaan dan pendidikan umat
baik aqidah maupun syari'at). Masih banyak ummat yang bodoh dan tidak tahu
dengan agamanya padahal mereka mengaku muslim. Janganlah anda tergesa-gesa
mengajak mereka untuk mendirikan negara Islam, padahal mereka itu, mana tauhid
mana syirik mana sunnah mana bid'ah saja tldak tahu. Masih banyak diantara
tokoh mereka yang terpengaruh faham-faham sekuler, nasionalis, materialis,
kapitalis dan sebagainya, yang kadang-kadang jangankan diajak mendirikan
negara Islam, mendengar hukum rajam saja, mereka jadi phobi dan balik menghujat
bahwa Islam adalah barbar, ekstrim dan melanggar HAM.
Dengan anda-anda kembali kepada pos yang pertama yaitu
"dakwah murni" tidak akanlah negara ini gulung tikar atau istilahnya
"Vacum of power". Semuanya itu kan berjalan secara bertahap dan
berproses.
Dari sinilah sebenarnya sudah menemukan akar permasalahan
dan sekaligus menemukan solusinya. Bahkan nantinya kedudukan ulama dan umara
semakin jelas, keduanya akan berjalan sesuai dengan tugasnya masing-masing,
tentu saja didalam bingkai kerjasama yang harmonis.
Dan ketika tugas ulama ini tidak bercampur dengan tugas
umara, maka kedudukan ulama akan lebih dihargai, berwibawa dan fatwa-fatwa
serta petuah-petuahnya diikuti. Karena semua orang menganggap bahwa ulama ini
berbicara lewat corong agama "Amar ma'ruf Nahi Munkar", yang tentunya
tidak ada anasir kepentingan politis.
Namun ketika anda-anda tidak mau kembali kepada pos-pos
penjagaan agama yang pertama, maka saya yakin usaha anda-anda itu ibarat kata
pepatah :
"Untung tak dapat diraih, malang tak dapat
dielak",
Kecuali keuntungan duniawi yang sesaat. Dan muncul
kemalangan kemalangan yang tak dapat dielak, berupa terjadinya perpecahan umat
akibat partai-partai yang anda dirikan, terjadi kebingungan dihati umat, karena
melihat anda yang menjadi panutan melakukan manuver manuver dan tarik-ulur
karena tuntutan politik praktis, tak tahu lagi kepada siapa mereka berwala' dan
kepada siapa mereka berbaro'. Kasihanilah diri anda dan kasihanilah nasib ummat
ini.
Ketahuilah kejayaan umat ini akan dicapai dan pertolongan
Allah akan datang manakala umat ini bertauhid dengan benar' serta mengamalkan
kandungan Al-Qur'an dan Al-Hadits sebagai konsekwensi dari bertauhid. Renungkan
firman Allah Subhanahu wata’ala ini :
وَعَدَ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم
فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ
لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ
خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا
Artinya: “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di
antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh
akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi
mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan
menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa.
mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan
aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah
orang-orang yang fasik.” (QS An-Nuur : 55)
Dan janji Allah ini pemah terlaksana pada umat ini, yaitu
pada zaman Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam dan para Khulafa'ur-Rasyidin radhiyallahu
anhu, Islam ketika itu mencapai puncak kejayaannya, bahkan sarnpai
meruntuhkan hegemoni kekuasaan dua negara adidaya, Rumawi dan Persia, Kemudian
kejayaan itu perlahan-lahan surut seiring dengan melemahnya keimanan kaum
muslimin dan banyaknya penyelewengan mereka terhadap sunnah Nabi mereka,
Oleh karena itu imam Malik bin Anas menyimpulkan, dengan
mengutip perkataan guru beliau, Wahb bin Kaisan, beliau mengatakan:
لَنْ يُصْلِحَ آخِرَ هَذِهِ الأُمَّةِ إِلاَّ مَا أَصْلَحَ أَوَّلَهَا
Artinya : "Tidak akan memperbaiki kondisi akhir (umat) ini kecuali
apa yang telah memperbaiki para (salaf) pendahulunya,"
(Dinukil oleh lbnu Abdil Barr dalam At-Tamhid
X 123,.. Lihat: 6 Pilar Utama Dakwah Salafiyyah. Pustaka Imam Asy-Syafi'i. hal
142)
Dengan apa para pendahulu kita berjaya, maka dengan itu pulalah kita akan
berjaya, Insya Allah.
17.Apa hukum
berdoa kepada orang-orang yang sudah mati atau kepada makhluk-makhluk yang ghaib?
Jawaban : Hukumnya adalah termasuk syirik akbar (besar).
Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
وَلاَ
تَدْعُ مِن دُونِ اللّهِ مَا لاَ يَنفَعُكَ وَلاَ يَضُرُّكَ فَإِن فَعَلْتَ
فَإِنَّكَ إِذًا مِّنَ الظَّالِمِينَ
Artinya: “Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi
manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika
kamu berbuat (yang demikian) itu, Maka Sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk
orang-orang yang zalim". (QS Yunus:106).
Dan bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
من مات وهو يدعو من دون الله ندّاً دخل النار
Artinya: Barang siapa mati sedangkan dia
menyeru (beribadah) kepada selain Allah sebagai tandingan pastilah ia masuk
neraka. [HR
Bukhary]
18.Apakah berdo’a
itu ibadah?
Jawaban : Ya, berdo’a adalah ibadah.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ
عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ
Artinya: “Dan Rabbmu berfirman:
"Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (berdoa kepada-Ku) akan
masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina". (QS Al-Mu’min:60)
Dan bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
[الدعاء هو العبادة] رواه
الترمذي وقال حديث صحيح
Artinya: Doa itu ibadah. [HR Ahmad, berkata at-Tirmidzi: “Hadits ini Hasan Shahih”)
19.Apakah orang
yang sudah mati bisa mendengarkan orang yang berdoa kepadanya?
Jawaban : Mereka tidak dapat mendengar.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman :
إِنَّكَ
لَا تُسْمِعُ الْمَوْتَى
Artinya: “Sesungguhnya kamu tidak dapat
menjadikan orang-orang yang mati mendengar”. (QS An-Naml:80)
وَمَا
أَنتَ بِمُسْمِعٍ مَّن فِي الْقُبُورِ
Artinya: “Dan kamu sekali-kali tiada sanggup
menjadikan orang yang didalam kubur dapat mendengar”. [QS Faathir:22].
Penjelasan :
Maka dengan dua ayat tersebut saja, bagaimanakah hal-nya dengan
mudzin-mudzin yang suka men-talqin-kan mayit ketika sudah diletakkan diliang
lahat?!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar